JAKARTA, HUMAS MKRI – Jika disebut Mahkamah Konstitusi, hal yang terlintas adalah tentang sidang-sidang yang dilaksanakan untuk penyelesaian hasil pemilihan presiden dan wakil presiden. Demikian jawaban yang disebutkan Adrian, siswa Sekolah Global Mandiri yang sedang melakukan field trip usai ke Mahkamah Konstitusi pada Senin (13/3/2023). Atas jawaban sederhana namun tepat tersebut, Mery Christian Putri yang merupakan Asisten Hakim Konstitusi Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara Mahkamah Konstitusi yang menerima sekaligus menjadi pemateri dalam kunjungan rombongan sekolah mengulas lebih dalam jawaban tersebut dengan paparan berjudul "Mahkamah Konstitusi dan Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara".
Kemudian Mery mengajak para siswa untuk memahami peran dari berdirinya MK, yakni untuk memberikan jaminan konstitusional warga negara. Mengutip Donald L. Horowitz bahwa konstitusi dan penyelenggaraan negara berperan sebagai a mechanical and ideological-aspiration, yakni konstitusi mengatur organ negara, cara kerja, serta kewenangan termasuk cara mengatasi penyalahgunaan wewenang dan sebagainya. Senada dengan ini Sri Soemantri mengatakan pula perlindungan hak asasi dan hak waga negara, struktur ketatanegaraan yang fundamental, pembagian dan pembatasan kekuasaan yang fundamental.
"Jadi intinya, MK itu perannya dapat disederhanakan jika ada undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945, maka MK berwenang mengujinya dengan menghapusnya, baik secara keseluruhan maupun secara parsial," sebut Mery di hadapan sejumlah 50 siswa yang melakukan kunjungan ke MK usai melaksanakan ujian tengah semester dan menjadikan MK sebagai lembaga negara pertama yang dikunjungi.
Berikutnya, Mery secara komprehensif memperkenalkan tentang struktur ketatanegaraan di Indonesia, termasuk dengan perubahan UUD 1945 yang berdampak pada perubahan kekuasaan kehakiman. Kewenangan MK sebagaimana termuat dalam Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945. Pada dasarnya MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar; memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar; memutus pembubaran partai politik; dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Selanjutnya, kata Mery, usai Putusan MK Nomor 85/PUU-XX/2022 bertanggal 29 September 2022 yang menyatakan “Pasal 157 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat”, maka perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pilkada pun diperiksa dan diadili oleh MK.
Di sela-sela paparan, Mery pun mempersilakan para siswa untuk mengajukan pertanyaan tentang MK. Beberapa pertanyaan pun diajukan para siswa, di antaranya Siapa ketua MK saat ini? Siapa saja ketua-ketua MK sejak MK berdiri hingga saat ini? Pertanyaan ringan namun cukup memantik suasana diskusi ini, oleh Mery pun dijawab dengan menyebutkan berbagai fasilitas yang dapat diakses oleh para siswa di mana pun berada untuk mengetahui seputar MK. Sebut saja laman mkri.id, pertanyaan-pertanyaan tentang nama hakim dan ketua-ketua MK tersebut pun dapat dibaca pada portal hakim pada laman tersebut. Berikutnya Mery juga memperkenalkan berbagai konsep produk peradilan modern yang diusung MK, yakni simpel, tracking perkara, anotasi putusan MK, e-minutasi, e-BRPK, live streaming, layanan persidangan jarak jauh, dan media sosial yang menjadi jendela bagi masyarakat untuk mengetahui lebih luas tentang MK.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.