JAKARTA, HUMAS MKRI – Asisten Ahli Hakim Mahkamah Konstitusi (Asli MK) Muhammad Reza Winata menerima kunjungan dari Universitas Islam As-Syafiiyah di Aula Gedung 1 MK pada Selasa (07/03/2023). Reza membawakan materi yang berjudul “Mahkamah Konstitusi Menuju Peradilan yang Modern dan Tepercaya”. Ia melanjutkan dengan menerangkan peradilan konstitusi di dunia, awal sejarah praktik pengujian undang-undang (judicial review) bermula di Mahkamah Agung Amerika Serikat pada tahun 1796.
“Sampailah di Indonesia sendiri pada perubahan ketiga UUD 1945, dirumuskanlah Pasal 24C yang memuat ketentuan tentang MK. Untuk merinci dan menindaklanjuti amanat Konstitusi tersebut, pemerintah bersama DPR membahas Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Setelah dilakukan pembahasan beberapa waktu lamanya, akhirnya rancangan undang-undang tersebut disepakati bersama oleh pemerintah bersama DPR dan disahkan dalam Sidang Paripurna DPR pada 13 Agustus 2003 karena pentingnya melindungi dan mengkontrol hak konstitusi warga negara akhirnya lahirlah Mahkamah Konstitusi,” ujar Reza.
Reza juga menjelaskan kewenangan MK lainnya, yakni menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan antar-lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan tentang hasil pemilu dan yang terbaru yaitu MK berwenang memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, dan Walikota).
Hukum Acara MK
Reza menjelaskan tentang asas hukum acara MK, yaitu ius curia novit yang berarti pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara karena pengadilan mengetahui hukumnya. Kemudian asas persidangan umum terbuka yang menghendaki agar semua persidangan MK dapat diikuti oleh publik, sehingga hakim bisa bertindak lebih objektif.
“(Asas) Independensi lembaga peradilan diartikan bahwa lembaga peradilan tidak boleh diintervensi oleh lembaga atau kepentingan apa pun, cepat sederhana dan tanpa biaya Dengan asas ini, maka proses peradilan di MK dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,” tambah Reza.
Untuk substansi permohonan Reza menjelaskan terbagi menjadi dua, yaitu materil yang menerangkan substansi norma undang undang dan formil yang menerangkan proses pembentukan undang-undang. “Dalam pengambilan Hakim Konstitusi memiliki kebebasan memilih metode penafsirannya bisa menggunakan satu metode penafsiran atau bisa juga lebih,” ujarnya.
Di pembahasan selanjutnya, Reza menerangkan pemanfaatan teknologi di MK sendiri untuk pengajuan permohonan pengujian undang undang bisa melalui daring dapat diakses melalui laman atau luring dengan langsung ke MK. “Akses perkara ataupun akses putusan juga dapat diakses melalui website mkri.id, dan untuk persidangan pun juga dapat melalui persidangan secara online jika terkendala jarak atau pun biaya,” lanjutnya. Pertemuan dilanjutkan dengan tanya jawab yang disambut antusias. Selanjutnya, mahasiswa diajak untuk berkeliling dari Lantai 5 dan 6 untuk menjelajahi Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon).(*)
Penulis: Ammar Soaloon Rambe
Editor: Lulu Anjarsari P.