BOGOR, HUMAS MKRI - Bimbingan Teknis Hukum Acara Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu tahun 2024 bertujuan untuk menyukseskan seluruh tahapan pemilu, yang menjadi hajat nasional, demi kepentingan bersama. Sengketa hasil pemilu merupakan babak akhir dari tahapan proses pemilu yang akan diselenggarakan secara serentak tahun depan.
Demikian disampaikan oleh Ketua MK Anwar Usman saat membuka secara resmi Bimbingan Teknis Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Tahun 2024 bagi Partai Nasdem, Senin (6/3/2023) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Bogor.
Lebih lanjut, Pemilihan umum merupakan mekanisme konstitusional bagi rakyat untuk melakukan suksesi kepemimpinan nasional secara periodik. Tanpa pemilu, maka tidak ada demokrasi dan tanpa demokrasi maka tidak ada kedaulatan rakyat, dalam proses bernegara. “Oleh karena itulah, mengapa proses dalam pemilu dikatakan sebagai pesta demokrasi karena di dalam proses pemilulah rakyat didudukkan pada tempat yang mulia untuk menentukan nasib perjalanan bangsa,” tegasnya.
Selain itu, dalam pemilu, konstitusi telah mengamanatkan agar pemilu harus didasarkan pada prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Jika prinsip dalam pemilu dijadikan pegangan dan dilaksanakan dengan baik, maka proses pemilu akan terselenggara dengan baik, dan hasilnya pun dapat melahirkan suksesi kepemimpinan yang baik pula.
Hukum Acara
Sementara, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjadi narasumber pada sesi pertama bimtek. Wahiduddin dalam paparannya menyebutkan dalam pelaksanaan penyelesaian perkara perselisihan pemilu, tak lepas dari keberadaan peserta pemilu yakni partai politik. Dalam pemilu 2024, ada 18 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh yang akan berkompetisi.
Para pihak dalam perkara PHPU, lanjut Wahiduddin, terdiri atas Pemohon, di antaranya partai politik peserta pemilu; perseorangan calon anggota DPR/DPRD dalam satu parpol yang sama dengan persetujuan ketua umum dan sekjen; dan untuk partai lokal Aceh yakni perseorangan calon anggota DPRA dan DPRK.
Adapun pihak yang menjadi Termohon adalah KPU. “Objek utama dalam penyelesaian perkara PHPU tersebut di MK adalah penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),” ujar Wahiduddin. Sedangkan Pihak Terkait adalah partai politik peserta pemilu yang berkepentingan terhadap pemilu, perseorangan calon anggota DPR/DPRD dalam satu parpol yang sama dengan persetujuan ketua umum dan sekjen.
Lebih lanjut, Wahiduddin menambahkan pengajuan permohonan PHPU paling lambat diajukan 3x24 jam sejak diumumkan oleh KPU. MK akan bekerja selama 24 jam untuk menerima permohonan. MK juga membuka pendaftaran permohonan secara online, sehingga pemohon tidak perlu datang ke MK.
Dikatakan, Daniel Yusmic P. Foekh bahwa yang perlu dicatat adalah permohonan yang telah disetujui oleh Ketua Umum atau Sekjen dari parpol yang telah pula diajukan dan disidangkan di MK tidak boleh ditarik kembali. Sehingga hal ini harus benar-benar diperhatikan oleh pihak partai politik peserta pemilu.
Berikutnya Daniel menerangkan soal ketentuan yang diterapkan MK dalam PHPU. Salah satunya mengenai tenggang waktu dalam penyelesaiannya. “Untuk pemilihan presiden, permohonan dapat diajukan 3 hari dan selama 14 hari untuk penyelesaiannya di MK. Kemudian Untuk pemilihan anggota legislatif permohonan dapat diajukan 3 x 24 jam dan diselesaikan di MK selama 30 hari kerja,” ucapnya.
Persidangan Cepat
Pada kesempatan yang sama, saat menyampaikan sambutannya, Plt. Sekjen Heru Setiawan mengungkapkan perkembangan demokrasi dan pemilu merupakan suatu proses yang harus dimaknai secara positif. Meski perkembangan tersebut, juga telah melahirkan kompleksitas permasalahan sistem yang tinggi. Permasalahan itu, tidak hanya dalam proses pelaksanaan pemilu saja, melainkan juga terkait dengan penyelesaian sengketa pemilu, pasca-rekapitulasi suara dilakukan.
Dengan terselenggaranya bimbingan teknis ini, lanjut Heru, menjadi sangat penting untuk diselenggarakan mengingat alokasi waktu persidangan di Mahkamah Konstitusi yang diberikan oleh undang-undang sangat terbatas. Oleh karena itu, persidangan PHPU di MK kerap disebut dengan istilah speedy trial (atau persidangan cepat). “Dengan alokasi waktu yang terbatas tersebut, maka setiap pihak yang akan atau berpotensi untuk berperkara di MK, terkait PHPU perlu mengetahui dan memahami hal-hal teknis dalam menghadapi persidangan di MK,” ujarnya.
Selain itu, Ketua DPP Partai Nasdem Taufik Basari mengungkapkan Bimbingan Teknis Hukum Acara Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilu seperti yang diselenggarakan oleh MK ini memiliki manfaat yang luar biasa, terlebih bagi para advokat yang nantinya akan berperkara di MK. “Tentu yang sangat utama terlebih dahulu para pihak harus paham tata beracara di MK, terutama penyelesaian perkara hasil pemilu, tentu ada perbedaan antara beracara di MK dengan di pengadilan negeri, oleh karenanya kegiatan ini sangat bermanfaat,” tegasnya. (*)
Penulis: Bayu Wicaksono
Editor: Lulu Anjarsari P.