MEDAN, HUMAS MKRI – Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) merupakan salah satu topik penting dan menarik dalam studi hukum tata negara (HTN) khususnya HTN darurat. Demikian disampaikan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh yang menjadi pembicara dalam kuliah umum bertema “Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Pengujian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang” di Universitas Pelita Harapan (UPH) Kampus Lippo Plaza Medan, Sumatera Utara, pada Sabtu (4/3/2023).
Pada kesempatan itu, Daniel yang hadir secara luring mengatakan, presiden diberi kewenangan konstitusional oleh Undang-Undang Dasar 1945 untuk menetapkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. “Hal inilah yang mendorong saya untuk melakukan penelitian disertasi yang kemudian diterbitkan menjadi buku pada 2021,” terangnya.
Dikatakan Daniel, sejalan dengan salah satu misi MK, yakni meningkatkan kesadaran berkonstitusi warga negara, ia menyakini kuliah umum hari ini merupakan bagian dari upaya tersebut khususnya bagi civitas akademika UPH Medan. “Sebagai seorang dosen yang kini dipercaya sebagai hakim konstitusi saya selalu senang berada di forum-forum ilmiah. Saya merasa terpanggil untuk membesarkan setiap lembaga Pendidikan tinggi di Indonesia. Saya mendoakan agar kelak semakin banyak para pemimpin di tingkat lokal dan nasional bahkan di kancah internasional yang lahir dari kampus UPH Medan. Saya berharap nanti ada hakim konstitusi dari UPH Medan,” ujar Daniel.
Terkait topik ini, Daniel menyebutkan MK memiliki kewenangan tambahan, yakni menguji Perppu dan Sengketa Pilkada sampai dibentuknya badan khusus. Sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VIII/2009, belum pernah sekalipun MK menjatuhkan putusan yang amarnya mengabulkan atau menolak permohonan pengujian Perppu. Permohonan pengujian Perppu pada umumnya dinyatakan tidak dapat diterima karena Perppu telah mendapat persetujuan atau tidak mendapat persetujuan oleh DPR.
“Berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, Perppu diperlukan apabila adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU. UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai. dan kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan,” tegas Daniel.
Menurut Daniel, sejak 2009 – 2021, telah terdapat 29 pengujian Perppu di MK. Hal tersebut merupakan bentuk dari perkembangan kewenangan yang dimiliki MK. “Adapun wujud keputusannya sebagian besar tidak dapat diterima, ditarik kembali, dan ada yang gugur,” jelas Daniel.
Selain pengujian Perppu, MK dalam perkembangan kewenangannya pun bertugas mengadili perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada). Kewenangan ini dilakukan MK hingga terbentuknya peradilan khusus. Dalam hal ini, diakui oleh Daniel bahwa penyelesaian perkara Pilkada sangatlah dinamis sehingga sejatinya memang perlu lembaga yang fokus menyelesaikan perkara terkait dengan ranah kekuasaan daerah ini.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.