BEKASI, HUMAS MKRI – Bahasa pada hakikatnya memiliki karakteristik berbeda. Jadi, tidak mungkin dalam satu bahasa ada satuan ekuivalen. Untuk itu, tidak ada penerjemahan satu per satu. Hal ini diungkapkan oleh Pengajar Lembaga Bahasa Indonesia Universitas Indonesia (LBI UI) Indra Listyo ketika memberikan materi mengenai pengenalan penerjemahan hukum pada Sabtu (4/3/2023) di Bekasi.
Untuk itu, Indra mengemukakan perlu adanya strategi dan tujuan dalam penerjemahan agar tidak ada kesalahan dalam penerjemahan. Terkait dokumen hukum (seperti putusan, kontrak, dan lainnya), ia menekankan prinsip dalam menerjemahkan produk hukum, yakni prinsip faithfully (kesetiaan). “Menerjemahkan dokumen hukum harus setia pada satu makna,” sebut Indra di hadapan sebanyak 58 peserta Lokakarya Kerja Sama Internasional.
Dalam kesempatan itu, Indra juga menjelaskan mengenai proses penerjemahan yang terbagi dalam tiga tahap, yakni menganalisis, mengalihkan, dan menstrukturisasi. Ia menegaskan bahwa dalam menganalisis, maka penerjemah harus memperhatikan aspek hukum, sosial, budaya, dan lainnya. Selain itu, dalam menerjemahkan dokumen hukum, maka penerjemah harus berhati-hati. “Pemula biasanya menggunakan google translate, namun untuk penerjemahan hukum yang mengikat maka tidak bisa dilakukan. Untuk menerjemahkan, maka penerjemah harus memiliki bahasa Inggris setidaknya pasif,” papar Indra.
Sementara terkait dari parameter terjemahan yang baik, Indra mengungkapkan ada tiga hal, yaitu akurat, jelas, dan wajar. Jelas, lanjutnya, berarti terjemahan mengikuti tata bahasa yang baik dan benar. Akurat, terjemahan yang ada memiliki pesan yang dimaksud sesuai,” imbuhnya.
Baca juga:
Jaringan Global Semakin Meluas, MK Tingkatkan SDM Terkait Kerja Sama Internasional
Menilik Peran MK dalam Politik Luar Negeri Indonesia
Sementara itu, pada sesi kedua, hadir Doni Jaya yang juga merupakan Pengajar LBI UI memaparkan mengenai penerjemahan untuk jurnalistik. Berbeda dengan penerjemahan hukum yang harus setia pada satu makna, maka penerjemahan jurnalistik lebih fleksibel asalkan masih sesuai dengan pesan yang hendak disampaikan. Dalam menerjemahkan naskah berita, lanjut Dony, terdapat beberapa pedoman, yakni judul harus dalam present tense, berbentuk paraphrase, atau idiom diperbolehkan. Lainnya, penerjemah harus fokus pada inti informasi dan kewajaran. “Mengubah jika sekiranya kalimat terlalu panjang atau tidak wajar,” ucap Dony.
Selain itu, Dony menjelaskan kalimat yang dipergunakan singkat dan padat, menggunakan kalimat yang ringkas, dan kalimat dipisah jika terlalu panjang. “Yang terpenting jumlah paragraf tetap harus sama dengan teks asli,” imbuhnya.
Usai mendapatkan teori dari dua narasumber, maka para peserta lokakarya melakukan praktik penerjemahan. Untuk diketahui, kegiatan ini dilaksanakan selama empat hari ini, Kamis – Ahad (2 – 5/3/2023) dengan diikuti oleh 58 orang peserta. Para peserta yang terdiri atas pegawai kerja sama internasional, sekretaris hakim konstitusi, asisten ahli hakim konstitusi, serta perwakilan dari masing-masing unit kerja. Kegiatan ini menghadirkan sejumlah narasumber yang berasal dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Sekretariat Negara, serta Lembaga Bahasa Internasional Universitas Indonesia.(*)
Penulis: Lulu Anjarsari P.
Editor: Lulu Anjarsari P.