MEDAN, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjadi pembicara dalam kuliah umum dengan tema “Kesiapan Mahkamah Konstitusi Dalam Menghadapi Perkara Perselisihan Hasil Pemilu dan Pemilukada Tahun 2024”. Kegiatan ini dilaksanakan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (FH USU) Medan pada Jumat (3/3/2023). Hadir dalam kegiatan ini, Dekan FH USU Mahmul Siregar dan mahasiswa serta Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).
Berbicara pemilihan umum (pemilu) sebelum amendeman UUD 1945, kata Daniel, erat kaitannya dengan keberadaan suatu lembaga yang bertugas menyelenggarakan pemilu yang dibentuk sejak 1946, yang kemudian dikenal sebagai Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara lembaga pengawas pemilu baru dirintis pada 1982 dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu), yang kemudian bertransformasi menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Sejak Reformasi 1998 dan diubahnya UUD muncul beberapa lembaga berupa KPU sebagai lembaga penyelenggara Pemilu; Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilu; DKPP sebagai lembaga pengawas perilaku KPU dan Bawaslu; dan MK sebagai lembaga yang mengadili sengketa hasil Pemilu.
“Walau sesungguhnya peran MK dalam pemilu di sini lebih kompleks dari sekadar mengadili sengketa hasil pemilu. Dalam posisinya sebagai peradilan konstitusional, melalui kewenangan pengujian konstitusionalitas undang-undang MK atau kita kenal dengan pengujian undang-undang, maka MK pun dapat mengubah dalam lingkup terbatas terkait kebijakan hukum kepemiluan,” sebut Daniel yang hadir didampingi oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi, Alboin Pasaribu yang merupakan alumni dari FH USU berserta tim MK.
Berikutnya Daniel menguraikan mengenai prinsip dari penyelenggaraan pemilu, yaitu mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, efisien, yang termuat dalam Pasal 3 UU Pemilu. Sehubungan dengan ini, Daniel mengaitkannya dengan penyelenggaraan pemilu dan penyelesaian sengketa di dalamnya.
Selanjutnya Daniel membahas tentang dinamika penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di MK. Dalam pelaksanaan kewenangannya, MK membuat hukum acara yang dituangkan dalam Peraturan MK serta serangkaian catatan PHPU 2019 dan PHP Kada 2020/2021. Daniel mengungkapkan bentuk pelanggaran yang terjadi dan terbukti di persidangan umumnya terkait dengan rekapitulasi dan penghitungan suara, di antaranya penambahan dan pengurangan suara calon, kesalahan pencatatan perolehan suara, kesalahan rekapitulasi suara pada formulir berbeda, ketidaksinkronan antara Formulir C1 dengan C1 Plano atau C1 hologram, dan rekomendasi Bawaslu yang tidak ditindaklanjuti.
Adapun implikasi Putusan MK atas temuan pelanggaran ini, Daniel menyebutkan MK dalam hal ini memberikan beberapa hasil, yaitu menetapkan hasil suara yang benar, perintah untuk melakukan pemungutan suara ulang (PSU), perintah untuk melakukan penghitungan suara ulang, dan diskualifikasi Pasangan Calon.
“Berbicara soal persiapan MK untuk mewujudkan keadilan Pemilu 2024 mendatang, maka MK saat ini sedang melaksanakan bimbingan teknis hukum acara PHPU bagi partai politik yang dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2024. Ada 18 partai nasional dan 6 partai lokal Aceh, agar dapat mendekati keadilan bagi para pencari keadilan nantinya,” jelas Daniel.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.