MEDAN, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki kewenangan yang termasuk strategis, yakni pengujian undang-undang. Kecenderungan Pemohon yang mengajukan pengujian undang-undang adalah dari kalangan anak muda—termasuk mahasiswa. Demikian disampaikan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat memberikan kuliah umum bertema “Menegakkan Konstitusi Melalui Peradilan Yang Modern dan Tepercaya” dalam Peresmian Smart Board Mini Court Room di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Medan, pada Jumat (3/3/2023).
“Kalau dilihat dari kewenangan MK, MK memiliki kewenangan yang strategis sekali. Yang paling banyak dilakukan itu adalah proses pengujian undang-undang dan sekarang ini ada kecenderungan sangat kuat sekali justru yang muda-muda mengajukan pengujian undang-undang,” ucap Enny.
Enny yang hadir secara luring menyatakan terdapat persoalan yang berada di level UU, dari sisi proses pembentukannya maupun substansi. Kalangan milenial kini peduli terhadap proses pembentukan ataupun substansi dari undang-undang terebut. “Mereka banyak melakukan interaksi dan merasa mungkin ada anggapan persoalan kerugian hak konstitusional. Sehingga mereka persoalkan itu ke MK bukan tugas dari dosennya,” jelasnya.
Lebih lanjut Enny mengatakan, berkaitan dengan kewenangan MK dalam pengujian undang-undang, ia menyebut jumlahnya cukup meningkat apalagi semenjak adanya undang-undang baru. Dikatakan Enny, undang-undang baru itu sangat menarik buat masyarakat. Sehingga masyarakat mempunyai interest yang sangat tinggi melakukan proses pengujian.
Hal itu, lanjut Enny, seharusnya sudah pasti mereka mempelajari terlebih dahulu ada atau tidak persoalan terkait dengan permasalahan konstitusional yang ada di dalam UU tersebut.
“Jadi persoalan itu bisa karena proses pembentukannya yang dianggap oleh mereka tidak sesuai dengan ketentuan dalam UUD yang kemudian diturunkan pada UU pembentukan peraturan perundang-undangan juga bisa dikarenakan ada substansi yang bermasalah di situ," ujar Enny.
Selain itu, Enny juga menjelaskan proses pengajuan pengujian undang-undang. Ia menegaskan, proses pengajuan pengujian undang-undang ini sebetulnya bisa dilakukan secara daring maupun secara luring. Artinya, dengan kehadiran smart board mini court ini adalah bagian dari MK untuk melakukan access to justice.
“Mendekatkan sedemikian rupa (perluasan keadilan di masyarakat) tidak harus kemudian masyarakat yang merasa ada anggapan kerugian hak konstitusionalnya harus datang ke MK. Tetapi dapat kemudian mereka misalnya menyampaikan melakukan proses persidangan itu cukup di UMSU saja atau dimana pun yang sudah disediakan oleh MK difasilitasi itu dapat dimanfaatkan,” urai Enny .
Menurut Enny, penggunaan smart board mini court room merupakan online dispute resolution karena dari semula 42 perguruan tinggi bertambah menjadi 52 perguruan tinggi. Hal ini berarti MK semakin dekat dengan masyarakat yang berkepentingan dengan perlindungan hak konstitusionalnya.
“Ini yang perlu dilakukan adalah penguatan pada level di universitasnya. Jadi penyediaan sarana ini tidak sekadar hanya benda mati, bagaimana kemudian benda ini bisa menjadi sesuatu yang hidup yang bisa berinteraksi sedemikian rupa. Oleh karena itulah disini MK mengupayakan sedemikian rupa access to justice kita kadang-kadang berhadapan dengan orang-orang yang mencari keadilan itu dari mereka yang tadinya tidak memahami bagaimana beracara di MK, ini ada bagian sesungguhnya dari kampus untuk memberikan paling tidak bantuan hukum kepada mereka,” ujarnya.
Pemanfaatan Smart Board Mini Court Room
Sementara Dekan Fakultas Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Faisal dalam sambutannya mengatakan penggunaan smart board ini bukan saja sebagai media pembelajaraan, tetapi juga MK mengeluarkan kebijakan bahwa penyelesaian sengketa jika terjadi sengketa pada pemilihan umum itu tidak saja dilakukan dengan menghadirkan para pihak di MK tetapi diselenggarakan secara daring.
“Alhamdulillah di tahun 2023 dari 52 sarana penyelesaian sengketa daring MK. Salah satunya di UMSU. Dan kita berharap nanti rekan rekan baik penyelenggara, pengawas ataupun partai politik atau para pihak yang terkait dengan penyelesaian sengketa atas ijin Rektor UMSU kami siap memfasilitasi proses kegiatan-kegiatan penyelesaian sengketa secara daring di UMSU,” ujarnya.
Sedangkan Wakil Rektor I Muhammad Arifin menyatakan mendapat pencerahan mengenai Mahkamah Konstitusi. “Kita tahu, keberadaan MK pemikirannya adalah lahirnya constitutional modern court. Itu kemudian diadaptasi masuk pada amandemen ketiga UUD 1945. Pada Pasal 24 kemudian dicantumkan disana bersama dengan MA dan MK sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman,” tandasnya. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.