BEKASI, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi menggelar Konsinyering Penyusunan Peraturan Ketua Mahkamah Konstitusi dalam Rangka Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden/Wakil Presiden dan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Legislatif Tahun 2024, pada Kamis (2/3/2023) di Bekasi, Jawa Barat. Kegiatan ini dibuka oleh Ketua MK Anwar Usman.
Saat menyampaikan sambutan pembukaan kegiatan, Ketua MK Anwar Usman mengatakan MK telah melakukan langkah-langkah antisipasi dalam menghadapi Pemilu Serentak Tahun 2024, mulai dari menginventarisasi potensi kecurangan yang mungkin terjadi. Sehingga nantinya, ketika MK melakukan pemeriksaan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), persidangan dan tim gugus tugas dapat dengan mudah mengidentifikasi bentuk-bentuk kecurangan yang terjadi, dan memutuskan dengan tepat.
Selanjutnya Anwar mengungkapkan tiga potensi kecurangan dimaksud, pertama, pembagian sisa surat undangan untuk memilih yang dibagikan kepada mereka yang tidak berhak. Kedua, memindahkan suara calon legislator kepada calon legislator lain dalam satu partai atau memasukkan suara partai ke calon legislator tertentu. Ketiga, jual beli rekapitulasi suara, utamanya bagi partai yang tidak lolos parliamentary threshold.
“Terhadap potensi kecurangan pertama, yaitu pembagian sisa surat undangan untuk memilih yang dibagikan kepada mereka yang tidak berhak, tentu kita berharap hal ini dapat diselesaikan secara bertahap di tingkat Bawaslu, Gakkumdu, dan DKPP jika menyangkut persoalan etik bagi komisioner. Jika persoalan tersebut dapat diselesaikan sebelum rekapitulasi suara secara nasional dilaksanakan, maka persoalan ini tidak akan menjadi salah satu persoalan yang harus diputuskan oleh MK,” kata Anwar.
Potensi kecurangan kedua yaitu, memindahkan suara calon legislator satu kepada calon legislator lain dalam satu partai, atau memasukkan suara partai ke calon legislator tertentu, merupakan potensi konflik antar calon anggota legislatif dalam satu partai yang dapat bermuara ke MK. Perkara seperti ini telah dialami oleh MK dalam beberapa perkara pemilu, yaitu pemilu 2009, 2014, dan 2019. Hal ini masih mungkin terjadi pada pemilu serentak tahun 2024 mendatang.
Potensi kecurangan ketiga yaitu, jual beli rekapitulasi suara, utamanya bagi partai yang tidak lolos parliamentary threshold. Terhadap potensi kecurangan ini, perlu sangat hati-hati dan teliti dalam memeriksa perkara ini. Jual beli rekapitulasi yang dilakukan oleh partai gurem, tentu tidak merugikan partainya meski suaranya diambil oleh partai lain. Namun hal tersebut berdampak kepada perolehan kursi di daerah tersebut, dan perolehan suara partai secara nasional.
Selanjutnya, Anwar menyinggung Peraturan Ketua Mahkamah Konstitusi (PKMK) yang akan disusun tentu mengatur hal-hal yang bersifat teknis. Hal-hal teknis tersebut antara lain sejak pendaftaran, konsultasi perkara, penerimaan permohonan dan perbaikan permohonan, penerimaan alat bukti dan alat bukti tambahan, pemberitahuan kepada Termohon dan Pihak Terkait terhadap perkara yang masuk serta waktu panggilan sidang, penempatan para pihak di ruang persidangan, dan berbagai hal lainnya. “Hal-hal yang bersifat teknis tersebut penting untuk dievaluasi dan diantisipasi, agar tidak menjadi celah bagi pihak-pihak yang memiliki niat tidak baik. Karena bisa saja hal yang bersifat teknis tersebut tidak berpengaruh terhadap substansi perkara, namun persepsi publik di luar MK mengatakan sebaliknya,” terang Anwar
Di akhir sambutan, Anwar berharap penyusunan PKMK yang dilakukan pada kegiatan konsinyering kali ini dapat mengantisipasi bahkan dapat lebih mengoptimalkan penanganan perkara Pemilu Serentak Tahun 2024 mendatang. “Kita tentu tidak menginginkan penanganan Pemilu Serentak Tahun 2024 mendatang, tidak lebih baik dari penanganan perkara pemilu serentak sebelumnya. Oleh karena itu, setiap kontribusi dari seluruh peserta konsinyering diharapkan dapat menguraikan secara terperinci evaluasi dari penanganan perkara pemilu serentak tahun 2019, yang pada akhirnya evaluasi tersebut diturunkan di dalam norma yang dirumuskan dalam PKMK,” tegasnya
Pada kesempatan yang sama, Panitera MK Muhidin mengatakan dalam rangka penanganan perkara PHPU, MK harus mempersiapkan segala sesuatu dengan cermat. “Pemilu akan menjadi tonggak penting bangsa Indonesia. Oleh karenanya MK yang berwenang mengadili PHPU sehingga MK harus semaksimal mungkin dalam menyelesaikannya,” tegasnya
Pemeriksaan Kinerja Pelayanan Peradilan
Pada materi sesi pertama, Yophi Setiawan sebagai Auditama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan menyampaikan materi mengenai Pemeriksaan Kinerja Pelayanan Peradilan pada MK. Yophi menjelaskan tugas BPK yakni memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. “Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara,” bahasnya
Selanjutnya, BPK melakukan pemeriksaan kinerja dengan menggunakan Konsep 3E (Ekonomi, Efisensi, dan Efektivitas). Konsep ekonomi berkaitan dengan meminimalkan biaya perolehan input yang akan digunakan dalam proses input. Input tersebut harus tersedia tepat waktu, tepat jumlah dan kualitas, serta dengan harga ekonomis/termurah. Efisiensi, Konsep ini merupakan hubungan antara input yang digunakan dan output yang dihasilkan dengan memperhatikan kuantitas, kualitas, dan waktu. Konsep efisiensi berkaitan dengan memperoleh output paling banyak dengan input yang tertentu atau menghasilkan output tertentu dengan input yang paling sedikit. Serta, Efektivitas, Konsep efektivitas pada dasarnya adalah pencapaian tujuan. (Tujuan operasional, tujuan jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang)
Pedoman Teknis Penyusunan PKMK
Pemateri lainnya, Rahayu sebagai Perancang PUU Ahli Madya Ditjen PP Kemenkumham, menyampaikan materi tentang Pedoman Teknis Penyusunan PKMK dalam Penanganan Perkara PHPU 2024. Sesuai dengan PKMK sebelumnya, MK telah mengeluarkan tiga PKMK, di antaranya PKMK No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis dalam Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; PKMK No. 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Teknis dalam Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; dan PKMK No. 1 tahun 2017 tentang Penyampaian Laporan Harta kekayaan Bagi Hakim Konstitusi
Lebih lanjut, Rahayu juga memberikan beberapa catatan dalam Penyusunan PKMK tentang Penanganan Perkara PHPU 2024. “Jika belum terdapat Peraturan Sekretaris Jenderal yang mengatur tata cara penyusunan peraturan ketua mahkamah (Pasal 16 ayat (3) PMK 3/2019). Karena sifatnya pengaturan maka Teknik penyusunan PKMK dapat mengacu kepada teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II UU PPP,” tutupnya
Sesi selanjutnya penyusunan konsep PKMK tentang pedoman teknis penanganan perkara PHPU anggota DPR, DPD, dan DPRD yang dipimpin oleh Triyono Edy Budhiarto dan Ida Ria Tambunan. Dalam PKMK perlu dirumuskan mengenai perlunya pengecekan berkas pemohon yang datang ke MK beserta perlakuan MK terhadap pemohon yang tidak membawa berkas dimaksud. Selain itu, dalam PMK 2 tahun 2023 diatur mekanisme pengembalian berkas daftar alat bukti dan alat bukti apabila berbeda, perlu ada mekanisme pengembalian berkas oleh petugas apabila ada perbedaan daftar alat bukti dan alat bukti dalam PKMK. Serta perlu pengaturan mengenai persidangan jarak jauh dalam PKMK.
Penulis: Bayu Wicaksono.
Editor: Nur R.