JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Materiil Pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), pada Rabu (1/3/2023). Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 15/PUU-XXI/2023 diajukan oleh Eliadi Hulu, warga Desa Ononamolo Tumula, Kecamatan Alasa, Kabupaten Nias Utara. Sidang tersebut digelar di Ruang Pleno MK dan dipimpin oleh Ketua Panel Hakim Daniel Yusmic P. Foekh dengan didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat. Agenda sidang kali ini adalah perbaikan permohonan.
Dalam sidang perbaikan yang digelar secara luring, Eliadi Hulu (Pemohon I) menyampaikan perbaikan pertama dilakukan pada bagian perihal dengan melengkapi pasal yang diujikan. “Kami telah melengkapinya, Yang Mulia,” jelasnya.
Selain itu, Eliadi mengatakan, terdapat penambahan Pemohon sebanyak 11 orang sehingga pemohon menjadi 12 orang. “Berhubung karena adanya penambahan pemohon yang pada hari ini awalnya berjumlah 12 orang kemudian dieliminasi menjadi 7 orang, maka kami telah menguraikan legal standing masing-masing yang pertama diantara para Pemohon ini adalah ada yang masyarakat desa, pemilihan kepala desanya atau kepala desanya melalui pemilihan dan ada juga berdomisili di kelurahan. Sehingga lurah atau kepala desanya dipilih berdasarkan penunjukkan bupati atau walikota,” ujarnya.
Selanjutnya, Eliadi menegaskan, tidak ada perbandingan kajian ataupun pertimbangan akademis yang dilakukan. “Untuk supaya tidak ada perbedaan antara UU yang satu dengan UU yang lainnya yang mengatur setiap desa maupun nantinya dalam revisi UU Desa tahun 2014 ini maka kita tetap harus merujuk pada Pasal 7 UUD yang merupakan norma dasar yang berlaku di Indonesia,” jelas Eliadi.
Baca juga: Menguji Masa Jabatan Kepala Desa
Sebelumnya, pemohon dalam persidangan yang digelar secara luring mengatakan dengan berlakunya Pasal 39 ayat (1) UU Desa yang memberikan hak kepada kepala desa menjabat selama 6 tahun dalam satu periode telah menyebabkan kerugian konstitusional bagi pemohon. Pemohon mendalilkan apabila ke depannya Pemohon hendak mencalonkan diri sebagai kepala desa, maka harus menunggu selama 6 tahun. Jika kepala desa yang terpilih di desa Pemohon dalam menjalankan pemerintahan desa selama 6 tahun ke depan ternyata tidak memiliki kemampuan leadership dan manajemen yang baik atau tidak berkompeten atau kapabel, sehingga berdampak pada terhambatnya perkembangan dan kemajuan desa sehingga menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat desa maka Pemohon harus menunggu selama 6 tahun ke depan untuk melakukan penggantian kepala desa.
Pemohon juga mengatakan, jika masa jabatan kepala desa tetap mengikuti pengaturan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU Desa, maka akan menimbulkan kemunduran demokrasi di tengah-tengah masyarakat desa. Perlu dipahami bersama bahwa bagi sebagian masyarakat yang hidup di desa, wajah dari demokrasi adalah pada saat dilaksanakannya pemilihan, masyarakat desa akan berbondong-bondong ikut pemilihan. Situasi ini akan merangsang masyarakat desa terus terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan
Oleh karena itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK menyatakan Pasal 39 ayat (1) UU Desa bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Kepala Desa memegang jabatan selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan.”. Kemudian menyatakan Pasal 39 ayat (2) UU Desa bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 2 (dua) kali masa jabatan secara berturut- turut atau tidak secara berturut-turut”. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Fitri Yuliana