JAKARTA, HUMAS MKRI - Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Tahun 2024 bagi Partai Golongan Karya (Partai Golkar) memasuki hari kedua pada Selasa (28/02/2023). Kegiatan yang diikuti sejumlah 150 orang Pengurus dan Anggota Partai Golkar ini dilaksanakan di Grha Konstitusi 3 Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi (Pusdik MK), Cisarua, Bogor, Jawa Barat.
Para peserta bimtek diajak oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi, Pan Mohamad Faiz berbicara soal kewenangan MK yang berkaitan dengan pemilu. Faiz mengatakan para peserta yang hadir pada bimtek hari ini harus mengetahui putusan-putusan MK yang dapat mempengaruhi desain pemilu. Sebelum masuk pada tahap pelaksanaan penyelesaian perkara PHPU, para peserta saat berkontestasi dalam pemilu harus memahami pula tentang hakikat supremasi konstitusi Indonesia.
Faiz menjelaskan, MK dalam kewenangannya berhak untuk menguji undang-undang (termasuk Perppu) terhadap UUD 1945. Sebab dalam supremasi konstitusi, UUD 1945 menjadi peraturan tertinggi di Indonesia. Sementara peraturan di bawah undang-undang seperti peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota, pengujiannya terhadap undang-undang dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA).
“Putusan MK meski tak dapat dilakukan kasasi layaknya putusan di MA, maka di MK hal demikian masih boleh diajukan kembali, tetapi dengan syarat yakni landasan konstitusionalnya harus berbeda dengan permohonan sebelumnya dan dalil harus pula berbeda dengan permohonan sebelumnya. Jika berbeda, maka ada ruang terbuka bagi MK untuk menafsirkan sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat,” jelas Faiz dalam kegiatan yang dipandu moderator Kepala Sub Bidang Penyelenggaraan Pusdik MK Santhy Kustrihardiani.
Alat Bukti yang Relevan
Sementara itu, terkait dengan penyelesaian PHPU Faiz bercerita bagaimana para pihak saat mengajukan bukti-bukti dalam persidangan. Misalnya saja pada satu kejadian ada pihak yang mengajukan satu dus mie instan dalam persidangan dengan dalil sebagai bukti ada pembagian barang bukti tersebut saat pemilihan berlangsung. Hal demikian sejatinya bukanlah hal yang dapat menguatkan dalil Pemohon. Bentuk bukti lainnya berupa lembaran perolehan suara Pemohon yang telah diedit menggunakan cairan pengoreksi yang diserahkan ke Mahkamah.
Hal demikian tentu sangat mudah bagi hakim konstitusi untuk melihat pengubahan perolehan suara yang dimaksudkan. Untuk itu, Faiz mengajak para peserta bimtek untuk lebih jeli, hati-hati, dan teliti saat mengajukan alat bukti dalam persidangan. Dengan mengingat bobot dan keotentikan alat bukti yang benar-benar relevan dan mampu memperkuat dalil permohonan.
Selanjutnya mengungkapkan sejumlah putusan MK dalam perkara pengujian UU pemilu. Faiz menyebutkan beberapa di antaranya tentang KTP/Paspor untuk memilih bagi yang tidak terdaftar di DPT; Sistem Pemilu dari nomor urut menjadi suara terbanyak; Ambang Batas Parpol di Parlemen; Ambang Batas pengajuan Capres; Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu; dan Pilpres dengan dua Pasangan Calon.
“Meski putusan-putusan ini pengujian undang-undang, namun ini perlu untuk diikuti karena akan berpengaruh pada implementasi pelaksanaan pemilihan umum mendatang, sehingga sangat perlu dipahami secara baik,” jelas Faiz pada Sesi II bimtek bagi Parpol Golkar.
Tahap Pengajuan Permohonan
Berikutnya pada Sesi III bimtek ini Panitera Muda Ida Ria Tambunan memaparkan materi berjudul “Mekanisme, Tahapan dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024”. Ida menjelaskan bagaimana pentingnya mengingat batas waktu dan tahapan pengajuan penanganan perkara PHPU Anggota DPR dan DPRD Tahun 2024 serta dasar hukum pengajuannya.
“Ingat objeknya memiliki batas waktu 3x24 jam sejak KPU Pusat mengumumkan hasil perolehan suara. Strateginya ketika KPU mengumumkan, jangan 1x24 jam mengajukannya namun siapkan semua bukti, perlengkapannya, sebab permohonan ini berlaku hanya satu kali dan bukan berkali-kali,” jelas Ida.
Membangun Sistem untuk Pencari Keadilan
Pada Sesi IV, para peserta bimtek disajikan materi mengenai Sistem Informasi Penanganan Perkara Elektronik yang dipaparkan oleh Tim ICT MK, Riska Aprian dan Ishak Purnama. MK menyediakan sarana teknologi untuk mempermudah akses bagi para pencari keadilan dalam mencari keadilan.
MK dari awal berdirinya telah menerapkan teknologi ICT dan hingga saat ini termasuk di antaranya infrastruktur TIK untuk pelaksanaan persidangan jarak jauh dan streaming persidangan; sistem informasi penanganan perkara elektronik (simpel.mkri.id). Hal ini dibuat agar permohonan online lebih mudah diajukan. Selanjutnya MK juga menyediakan website mkri.id, Case Tracking, dan Case Retrieval, serta Click MK yang lebih bersifat personal, sehingga untuk keperluan mobile disediakan pula aplikasi mobile.
“Berpedoman dari Visi MK, maka lembaga ini tak hanya mengusung modern karena penggunaan tekologi tetapi juga budaya kerjanya. Sementara terpercaya dibentuk MK dengan membangun sistem yang bergantung pada semua pihak, baik pejabat, pegawai, keberadaan dokumen baik audio, video agar terwujudnya kepercayaan di lingkungan MK dan masyarakat untuk memperoleh keadilan,” jelas Aprian.
Selanjutnya para peserta dikenalkan untuk berpraktik langsung menggunakan aplikasi simpel yang menjadi wadah dalam pengajuan perkara PHPU mendatang. Ishak pun mengajarkan tahap demi tahap yang harus dilakukan para peserta agar dapat mengajukan permohonan, baik sebagai perseorangan maupun sebagai partai politik. Para peserta pun diinformasikan agar mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pengajuan permohonan, seperti berbagai identitas diri Pemohon dan Kuasa Hukum, alat bukti, dan dokumen lainnya untuk mendukung kelengkapan permohonan.
Baca juga:
Kader Partai Golkar Ikuti Bimtek Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilu
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.