JAKARTA, HUMAS MKRI – Sekitar 150 orang mahasiswa dan dosen pendamping dari Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (28/2/2023). Kunjungan tersebut diterima oleh Asisten Ahli Hakim Mahkamah Konstitusi, Oly Viana Agustine di Aula Gedung I MK.
Kepala Program Studi Hukum Tata Negara UIN Raden Intan Frenki menyampaikan tujuan kunjungan ke MK yaitu untuk mempelajari fungsi MK dan memperoleh wawasan dari MK. Frenki mengucapkan terima kasih karena telah diberi ruang untuk mengetahui hal-hal detail tentang MK sehingga hal ini dapat dijadikan bahan atau riset untuk keperluan skiripsi mahasiswa yang hadir, karena rata-rata mahasiswa yang datang ini akan melakukan tugas skripsi.
Asisten Ahli Hakim Mahkamah Konstitusi, Oly Viana Agustine dalam paparanya menyampaikan materi tentang Mahakamah Konstitusi dan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang. Di awal paparan, Oly menjelaskan kewenangan MK yaitu mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD; memutus sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN) yang kewenangannya diberikan oleh UUD; memutus pembubaran partai politik; memutus perselisihan tentang hasil pemilu; dan memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Selanjutnya, Oly menjelaskan Hukum Acara MK yang meliputi bagaimana syarat sebuah permohonan hingga pada pengucapan putusan. Oly juga juga menerangkan proses persidangan MK yang terdiri dari sidang pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan persidangan, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), dan Pengucapan Putusan.
Oly menyampaikan, MK memiliki asas peradilan cepat, sederhana, dan tanpa biaya. Permohonan dapat diajukan tanpa menggunakan kuasa hukum. Putusan MK bersifat final yang artinya putusan MK mempunyai kekuatan hukum mengikat sejak diucapkan dalam sidang pleno terbuka.
Pada sesi tanya jawab, salah satu seorang mahasiswa menanyakan, jika pengujian formil lewat 45 hari, apakah sah putusannya?
“Alhamdulliah, sampai sekarang MK tidak melanggar atau melwati batas akhir yang sudah ditentukan.” jawab Oly.
Oly pun berkisah soal sidang dengan durasi terlama di MK, yaitu dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019. Persidangan berlangsung selama 19 Jam 52 menit. Atas hal ini, MK meraih anugerah dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) untuk kategori “Sidang Peradilan Non-Stop Terlama”.
Penulis: Ammar R.
Editor: Nur R.