JAKARTA, HUMAS MKRI - Bagaimana cara Mahkamah Konstitusi (MK) dalam penyelesaian sengketa kewenangan lembaga negara, antara Jaksa dan Polisi atau Penyidik? Demikian satu dari beberapa pertanyaan yang diajukan salah satu mahasiswa Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu (UIN FAS Bengkulu) pada kunjungan ke MK pada Rabu (22/2/2023).
Menjawab pertanyaan tersebut, Asisten Ahli Hakim Konstitusi Ananthia Ayu Devitasari menjelaskan terkait kewenangan MK sebagai lembaga peradilan konstitusi. Ayu mengatakan, kewenangan Polisi/Penyidik dan Jaksa tidak termuat secara langsung dalam konstitusi Indonesia. Sehingga secara objek dan subjek yuridis, penyelesaian sengketa kedua lembaga tersebut bukanlah kewenangan MK. Namun, Ayu menggarisbawahi jika wewenang dari kedua lembaga tersebut yang dipermasalahkan dalam undang-undang, maka itu menjadi kewenangan MK.
“Jika wewenang dari kedua lembaga tersebut tertuang pada undang-undang yang mengatur tugasnya dan kemudian bermasalah, barulah kemudian MK berwenang untuk menyelesaikannya melalui mekanisme pengujian undang-undang,” jawab Ayu yang menyambut para rombongan mahasiswa di Aula Gedung 1 MK, Jakarta.
Secara lebih mendalam, Ayu kemudian menjabarkan kewenangan MK yang termuat dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Bahwa MK berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD; memutus sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN) yang kewenangannya diberikan oleh UUD; memutus pembubaran partai politik; memutus perselisihan tentang hasil pemilu; dan memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Selanjutnya kewenangan MK kemudian berkembang pasca-Putusan 85/PUU-XX/2022. MK dalam hal ini membatalkan Pasal 157 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016. Dengan demikian, MK berwenang memeriksa dan memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Dengan kata lain, MK berwenang untuk mengadili PHP Kada.
Sebagai contoh lainnya, Ayu memperbandingkan kewenangan MK dalam menyelesaikan SKLN, yakni antara Komisi Pemilihan Umum dan Pemerintah Daerah. Bahwa MK layaknya wasit bagi lembaga negara yang kewenangannya termuat dalam konstitusi. “MK itu kalau bagi lembaga negara seperti wasit, tapi tetap ada batasannya karena MK hanya menengahi lembaga yang kewenangannya terdapat pada konstitusi. Maka KPU dengan Pemda Papua di sini maka objek dan subjek yuridisnya ada sehingga MK bisa menyelesaikan sengketa kedua lembaga ini,” sampai Ayu dalam paparan yang berjudul “Dinamika Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”
Ayu selanjutnya mengulas secara sistematis bagaimana kewenangan MK dalam pengujian undang-undang (PUU). Bahwa dalam PUU, MK dapat melakukan pengujian yang berkenaan dengan proses pembentukan UU (pengujian formil). Berikutnya MK juga dapat melakukan pengujian materiil yang berkenaan dengan materi muatan dalam ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Kedua hal ini, sambung Ayu, tertuang dalam PMK No. 2/2021 tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.