BOGOR, HUMAS MKRI – Kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Tahun 2024 bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memasuki hari kedua pada Selasa (21/02/2024) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi (Pusdik MK), Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Para peserta bimtek menerima materi “Dinamika Penanganan PHPU di Mahkamah Konstitusi (MK), Mekanisme, Tahapan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024, serta Sistem Informasi Penanganan Perkara Elektronik.”
Kepala Bagian Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Dalam Negeri Fajar Laksono sebagai pembicara dalam kegiatan tersebut menyampaikan materi mengenai kewenangan dan kewajiban MK. “MK memiliki kewenangan yang diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Adapun kewenangan dimaksud, yakni menguji Undang-Undang (UU) terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Sedangkan kewajiban MK, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945, yaitu, MK memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar.
Selain itu, Fajar menjelaskan tentang kedudukan MK dalam sistem ketatanegaraan. Sejak awal Hans Kelsen mengatakan MK dihadirkan dalam ketatanegaraan Austria sebagai pengawal konstitusi. Meskipun demikian, kehadiran MK sebagai pendatang baru tidak disukai secara politik, karena MK memiliki kekuasaan yang bisa membatalkan suatu undang-undang yang menjadi otoritas parlemen. “Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan sebuah fenomena ketatanegaraan yang menjadi tren di abad 20. Hal ini ditandai dengan berdirinya MK Austria yang kemudian dikenal sebagai MK pertama di dunia,” urainya
Gagasan membentuk MK di Indonesia, lanjut Fajar, baru muncul kembali setelah terjadi Amendemen UUD 1945 pada 1999-2002. Tepatnya pada Amendemen Ketiga UUD 1945, MK kemudian terakomodir dalam Pasal 24C UUD 1945. Setelah melakukan studi banding terhadap MK di banyak negara, alhasil Indonesia membentuk MK yang menganut model Kelsen (The Kelsenian Model), di mana MK sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang berdiri sendiri. “Secara resmi MK Indonesia berdiri pada 13 Agustus 2003,” kata Fajar.
Tahapan Pengajuan Permohonan PHPU
Dalam materi Mekanisme, Tahapan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024, Panitera Muda I MK Triyono Edy Budhiarto mengimbau kepada para peserta agar dapat mencermati secara teliti tahapan pengajuan permohonan, baik sebagai pemohon atau pun pihak terkait. Edy mengingatkan, batas waktu pengajuan permohonan sangat penting karena jika melewati tenggat waktu, meski pendaftaran permohonan itu diterima oleh MK namun akan diputus tidak dapat diterima.
Selanjutnya, kata Edy, pengumuman hasil pemeriksaan kelengkapan dan perbaikan permohonan pemohon, berlanjut dengan pencatatan permohonan pemohon dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK). Setelah itu, penyampaian salinan permohonan kepada termohon (KPU) dan Bawaslu. Lalu, pengajuan permohonan sebagai pihak terkait dan kemudian pemberitahuan sidang kepada para pihak. Tahapan berikutnya, sidang pemeriksaan pendahuluan, sidang pembuktian dan Rapat Permusyawaratan Hakim. Hingga akhirnya sidang pengucapan putusan/ketetapan serta penyerahan dan penyampaian salinan putusan/ketetapan.
Selain itu, Edy meminta agar para peserta memahami lebih dulu hukum acara MK sebelum masuk pada tahap mekanisme tahapan penanganan perkara. Oleh karena itu, MK mendorong semua kegiatan antara pihak-pihak dalam melakukan pengajuan permohonan PHPU dalam Tahun 2024 ini bisa semaksimal mungkin, baik dalam pengajuan permohonan maupun kelengkapan surat-surat dan bahkan alat bukti yang akan diajukan para pihak.
Sistem Informasi Penanganan Perkara
Pada sesi keempat bimtek, para peserta menerima materi mengenai Sistem Informasi Penanganan Perkara Elektronik yang dipandu langsung oleh tim IT MK yaitu Mazmur Alexander Manik dan Rudi Kurniawan. Pada sesi ini, tim IT MK menjelaskan tentang teknis serta praktik melakukan pendaftaran perkara sebagai pemohon maupun sebagai pihak terkait secara online. Para peserta juga mendapatkan pengetahuan bagaimana melihat dan menelusuri perkara yang masuk melalui aplikasi yang telah disediakan MK.
Lebih lanjut, bagi para pencari keadilan yang hendak mengajukan perkara secara online ke MK, dapat langsung mengakses simpel.mkri.id. Kemudian Pemohon dapat meregistrasi diri untuk mendapatkan akun login ke simpel.mkri.id. Setelah itu, Pemohon dapat mengakses permohonan dan mengisi kolom yang disediakan. Selanjutnya, secara otomatis, Pemohon akan mendapatkan tanda terima permohonan online. Jika permohonan telah teregistrasi, pemohon akan mendapatkan pemberitahuan dari Kepaniteraan MK melalui surat elektronik dan pesan melalui ponsel.
Tim IT juga menjelaskan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) merupakan upaya nyata yang dilakukan MK untuk mewujudkan kemudahan akses para pihak dalam mengajukan perkara di MK sebagai lembaga peradilan yang modern dan tepercaya. MK memiliki sistem kerja berbasis ICT (Information, Communication, and Technology), memiliki mindset dan cultureset yang maju termasuk di dalamnya berkomitmen pada ICT (Integrity, Clean, and Trustworthy).
Baca juga:
MK Gelar Bimtek Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilu bagi PDI Perjuangan
Penulis: Bayu Wicaksono.
Editor: Nur R.