JAKARTA, HUMAS MKRI – Tugas belajar tidak menjadi bagian dari pelaksanaan keprofesionalan dari dosen. Sehingga wajar jika tunjangan hanya diberikan bagi dosen yang melaksanakan kewajiban Tridharma Perguruan Tinggi. Demikian disampaikan oleh Guru Besar Institut Teknologi Bandung Djoko Santoso selaku Ahli yang dihadirkan Presiden/Pemerintah dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen) yang digelar pada Senin (20/2/2023) di Ruang Sidang Pleno MK. Sidang keempat Perkara Nomor 111/PUU-XX/2022 ini beragendakan mendengarkan keterangan dari Ahli yang dihadirkan Presiden/Pemerintah dengan dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Dalam paparan berjudul “Kewajiban dan Hak Dosen (Tinjauan Substantif)” ini, Djoko mengatakan peran dosen sangat substansial. Sebab profesi sebagai pendidik selalu memandang masa depan sehingga ia harus mampu menjaga alam dan keberlanjutan kehidupan. Oleh karena itu, dosen harus memiliki pendidikan yang paripurna. Bahwa dalam perguruan tinggi, dosen harus menghasilkan berbagai hal baru, pengembagan IPTEK, SDM, dan menciptakan industri-industri baru. “Jika pendidik atau dosen tidak memiliki pendidikan yang paripurna, maka hal demikian tidak dapat diwujudkan,” jelas Djoko dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi hakim konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK.
Menelisik pada yang terjadi di Indonesia, dosen berarti pendidik profesional dan ilmuwan. Dengan kata lain, sambung Djoko, hal ini bermakna tingkatnya lebih tinggi dari sekadar peneliti, karena dalam kesehariannya seorang dosen harus mengembangkan keilmuan dengan tugas melaksanakan tridharma perguruan tinggi untuk menyebarluaskan ilmu yang telah dimilikinya. Membandingkan dengan negara lain, Djoko menyebutkan bahwa pada negara yang telah mapan, syarat menjadi dosen seperti di Amerika, Inggris, Australia harus memiliki gelar doktor. Sementara di Indonesia, dosen dapat berkarier sejak S-2 dan dikenalkannya istilah tugas belajar. Atas konsekuensi dari hal ini, seorang dosen berstatus tugas belajar tidak diberikan tunjangan karena dia tidak melaksanakan tugasnya sebagai dosen.
Baca juga:
Menyoal Penghentian Sementara Tunjangan Sertifikasi Bagi Dosen Pegawai Berstatus Tubel
PNS Menyoal Tunjangan Sertifikasi Dosen Pertajam Alasan Permohonan
Sebelumnya, dalam permohonannya, para Pemohon mendalilkan pemaknaan pasal a quo diwujudkan dengan penghentian sementara pembayaran tunjangan profesi dosen terhitung sejak 2009 hingga 2022. Akibatnya, para Pemohon kehilangan hak keuangannya, sedangkan mereka dalam masa menempuh studi lanjutan pada sejumlah perguruan tinggi di Indonesia atau berstatus tugas belajar (tubel). Penafsiran semata ini tidak didasarkan pada kepentingan terbaik para dosen yang diberi tugas belajar, terutama bagi para dosen yang sedang atau akan menempuh studi lanjut dengan biaya sendiri, parsial, ataupun beasiswa demi menunjang kelancaran dan proses penyelesaian studi. Padahal dosen pegawai pelajar pada semua perguruan tinggi negeri ini tetap dibebankan kewajiban untuk melakukan pengisian Beban Kerja Dosen. Sehingga sepanjang dosen pegawai pelajar yang bersangkutan tetap melakukan hal tersebut, maka dapat dikategorikan memenuhi ketentuan perundang-undangan beban kerja dosen dan ia pun seharusnya dapat tetap diberikan tunjangan sertifikasi dosen.
Untuk itu, Pemohon meminta agar Mahkamah mengabulkan permohonan para Pemohon. Para Pemohon juga meminta agar Mahkamah menyatakan Pasal 51 ayat (1) UU Guru dan Dosen sepanjang frasa “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, pemaknaannya mencakup pula Dosen yang diberi tugas belajar”.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim