JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan atas pengujian Pasal 18 huruf c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (UU BPK) pada Senin (20/2/2023). Sidang perkara yang teregistrasi Nomor 9/PUU-XXI/2023 ini dimohonkan oleh Patuan Siahaan, Tyas Muharto, dan Poltak Manullang yang merupakan pensiunan PNS Kejaksaan.
Agenda sidang yaitu pemeriksaan perbaikan permohonan. Persidangan dilaksanakan oleh panel hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Saldi Isra, didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams, dan Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Kores Tambunan selaku kuasa hukum para Pemohon dalam persidangan menyebutkan beberapa hal yang diperbaiki pada permohonan ini. Kores menambahkan dasar hukum kewenangan MK, memperkuat anggapan kerugian konstitusional, menambahkan Pasal 3 huruf a Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021 Tentang Tata Beracara dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, dan mempertajam argumentasi sehubungan dengan kerugian konstitusional yang bersifat potensial.
“Selain itu, para Pemohon juga menambahkan alasan-alasan permohonan dengan membandingkan jabatan BPK dengan lembaga negara lainnya seperti KPU dan Bawaslu, serta BPK negara lain seperti Spanyol, Amerika, dan Meksiko,” jelas Kores dalam sidang yang dihadiri para kuasa hukum secara luring di Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta.
Berikutnya perbaikan pada dalil permohonan yang menyatakan Pasal 18 huruf c UU BPK bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Kores mengatakan pihaknya telah menambahkan perubahan sudut pandang terhadap mekanisme pembatasan masa jabatan, mempertajam dalil terkait usia produktif dan open legal policy, serta memperbaiki teknis penulisan pasal yang ada pada permohonan.
Baca juga:
Pensiunan PNS Kejaksaan Persoalkan Batas Usia Anggota BPK
Untuk diketahui, permohonan Nomor 9/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian UU BPK diajukan oleh Patuan Siahaan, Tyas Muharto, dan Poltak Manullang. Para Pemohon yang merupakan pensiunan PNS Kejaksaan ini mengujikan Pasal 18 huruf c UU BPK berbunyi, ”Ketua, Wakil Ketua, dan /atau Anggota BPK diberhentikan dengan hormat dari jabatannya dengan Keputusan Presiden atas usul BPK karena: c. telah berusia 67 (enam puluh tujuh) tahun.”
Kores Tambunan selaku kuasa hukum para Pemohon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (7/2/2023) menyebutkan Pasal 18 huruf c UU BPK tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Menurut para Pemohon, keberadaan frasa “telah berusia 67 (enam putuh tujuh) tahun” tersebut berakibat pada diberhentikannya masa jabatan seorang anggota BPK saat memasuki usia 67 tahun. Padahal masa jabatan tersebut telah dibatasi dengan periode masa jabatan lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan lagi. Dengan kata lain, masa jabatannya tidak melebihi dua kali masa jabatan untuk menjadi anggota BPK. Kondisi demikian merugikan hak konstitusional para Pemohon karena tidak dapat mendaftarkan diri dalam seleksi penerimaan calon anggota BPK yang diatur dalam Pasal 13 UU BPK.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Fitri Yuliana.