BALIKPAPAN, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh meresmikan Pemanfaatan Smart Board Mini Court Room sekaligus memberikan kuliah umum dengan tema “Tantangan Mewujudkan Keadilan Pemilu dan Pemilukada 2024”, Jum’at, (17/02/2023), di Universitas Balikpapan, Kalimantan Timur. Di hadapan civitas akademika Uniba yang hadir, Daniel dalam kuliah umumnya menjelaskan sejarah pemilu, pilkada, dan penyelesaian sengketanya di Indonesia.
Daniel menjelaskan, pada periode 1945 hingga 1974 kepala daerah tingkat I ditunjuk oleh Presiden, sementara kepala daerah tingkat II ditunjuk oleh Menteri. Pada periode tahun 1975 hingga 2005 kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Lembaga pelaksana pemilihan umum telah dibentuk sejak 1946 dengan beberapa kali perubahan bentuk, nama, dan kewenangan.
Sejak reformasi tahun 1998, lanjut Daniel, konsep kepemiluan mengalami perubahan. Hingga akhirnya pada saat ini ada lembaga penyelenggara pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu. Selain itu, ada Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu.
Penanganan perkara perselisihan hasil pemilu di MK penuh dinamika. Peraturan MK (PMK) beberapa kali mengalami perubahan karena faktor perubahan sosial, termasuk perubahan PMK yang dilakukan karena adanya pandemi Covid-19. Daniel pun menyinggung bantuan perangkat smart board dari MK ini juga salah satu bentuk akibat dari perubahan sosial yang terjadi akibat adanya pandemi, dimana hal ini merupakan upaya MK agar masyarakat mudah mengakses lembaga peradilan.
Selanjutnya, MK juga banyak menjatuhkan putusan dalam perkara pengujian undang-undang yang terkait pelaksanaan pemilu/pemilihan. MK juga membuat terobosan hukum dalam menangani perkara perselisihan hasil pilkada, antara lain mengenai pasangan calon tunggal. Kemudian, pelanggaran sistematis, terstruktur, dan masif juga masih diperiksa oleh MK namun dengan syarat yang lebih ketat, misalnya masalah kepala daerah terpilih yang memiliki kewarganegaraan ganda.
Jaminan Struktural dan Prosedural
Narasumber berikutnya, Mohamad Nasir, dalam pemaparannya mengatakan demokrasi bisa mati oleh orang-orang yang dipilih secara demokratis. Demokrasi juga bisa mati oleh orang-orang yang berpihak pada penguasa yang ditempatkan di lembaga penyelenggara pemilu, sehingga demokrasi hanya bersifat prosedural. Nasir menegaskan siapa pun yang terlibat sebagai penyelenggara politik harus steril dari campur tangan penguasa.
Jaminan struktural yang ada, yakni Undang-Undang, harus menegaskan penyelenggara pemilu independen terbebas dari kepentingan partai politik tertentu. Nasir mencermati, jika tidak ada penegasan dari peraturan perundang-undangan maka akan selalu ada upaya-upaya infiltrasi terhadap penyelenggara pemilu.
Selain jaminan struktural, penyelenggara pemilu juga memerlukan jaminan prosedural, yakni, ketentuan yang transparan, jelas, dan ringkas, akses peradilan yang mudah, peradilan pemilu tanpa biaya atau dengan biaya yang wajar, UU Pemilu yang ditafsirkan dan diterapkan secara konsisten, putusan yang cepat dan tepat waktu, hak untuk mendapatkan proses hukum yang adil, terakhir putusan dan ketetapan yang dilaksanakan sepenuhnya dan tepat waktu. Nasir menegaskan, keadilan pemilu tidak hanya dapat diwujudkan pada saat pelaksanaan, serta penyelesaian sengketa hasil pemilu, namun juga sejak perencanaan pelaksanaan pemilu
Dalam sesi tanya jawab, seorang peserta, Wawan Sanjaya mengajukan pertanyaan soal pembentukan lembaga peradilan khusus pilkada. Menjawab hal ini, Daniel menjelaskan hal itu sepenuhnya menjadi ranah pembentuk UU. Namun demikian, Daniel mencoba memberikan perspektif bahwa antara pemilu dan pilkada diselenggarakan oleh lembaga yang sama, yaitu KPU dan Bawaslu, sehingga lembaga penyelesaian sengketa hasil suara pun disamakan.
Menjawab pertanyaan mengenai penerapan ambang batas selisih suara, Daniel menjelaskan MK tidak dibelenggu secara prosedural. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu MK masuk dalam persoalan substantif. Salah satunya adalah perselisihan hasil pilkada Kabupaten Sabu Raijua, dimana pasangan calon terpilih memiliki kewarganegaraan ganda.
Penanya selanjutnya, Ahmad Afiandi, soal ambang batas pencalonan presiden. Daniel menegaskan banyak pihak yang menggoda MK untuk masuk ke dalam ranah positive legislator, tapi kalau mencermati putusan, memang beberapa kali MK memberikan tafsir konstitusi.
Penunjang Perkuliahan
Sebelumnya, Dekan Fakultas Hukum Uniba, Bruce Anzwar, dalam sambutannya mengatakan telah menantikan perangkat smart board ini sejak 2015 dan baru terwujud sekarang. Menurutnya, perangkat dari MK ini dapat menunjang kegiatan perkuliahan mahasiswa, terutama dalam mata kuliah tentang MK sehingga para mahasiswa dapat mengikuti persidangan MK secara langsung.
Wakil Rektor Bidang Akademik, Manaseh, mewakili Rektor Uniba dalam sambutannya mengatakan, dinamika hukum yang terjadi di Indonesia sangat menarik untuk disimak dan digali lebih dalam. Oleh karena itu, pihaknya menyambut baik kehadiran Hakim Konstitusi Daniel Yusmic hadir pada kesempatan ini untuk memberikan kuliah umum kepada para mahasiswa.
Sementara Ketua dewan Pembina Uniba, Rendi Susiswo Ismail, dalam sambutannya mengatakan kegiatan ini ke depan diupayakan dapat melibatkan mahasiswa program S2. Rendi menilai, kegiatan ini sangat penting karena ilmu yang didapat langsung berasal dari sumbernya, yakni Hakim Konstitusi. Menurutnya, MK adalah bagian yang berharga dari gerakan reformasi. MK adalah anak kandung reformasi. Maka dari itu, Rendi mengingatkan, harus diwaspadai gerakan-gerakan yang menginginkan adanya dekrit presiden untuk kembali ke UUD pra amendemen, karena gerakan itu akan menghilangkan keberadaan MK sebagai penjaga demokrasi.
Penulis: Ilham WM.
Editor: Nur R.