BOGOR, HUMAS MKRI – Pemilihan umum adalah mekanisme konstitusional bagi rakyat untuk melakukan suksesi kepemimpinan nasional secara periodik. Mekanisme pemilu merupakan syarat mutlak bagi sebuah negara, yang menyatakan dirinya sebagai sebuah negara demokrasi. Tanpa pemilu, maka tidak ada demokrasi, dan tanpa demokrasi, maka tidak ada kedaulatan rakyat dalam proses bernegara.
Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman ketika menjadi penceramah kunci sekaligus membuka Bimbingan Teknis Hukum Acara Perselisihan Hasil Umum Tahun 2024 bagi Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra) pada Senin (13/2/2023) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor. Hadir pula dalam kesempatan tersebut, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal MK Heru Setiawan tersebut, Sekretaris Majelis Kehormatan dan Ketua Lembaga Advokasi Hukum Indonesia Raya DPP Partai Gerindra M. Maulana Bungaran, dan lainnya.
“Oleh karena itulah, mengapa proses dalam pemilu dikatakan sebagai pesta demokrasi, karena di dalam proses pemilulah, rakyat didudukkan pada tempat yang mulia untuk menentukan nasib perjalanan bangsa, dalam rangka memilih pemimpin nasionalnya di eksekutif, dan para wakilnya di lembaga legislatif,” ujar Anwar di hadapan sejumlah 151 orang peserta bimtek yang terdiri dari Pengurus dan Anggota Partai Gerindra dari seluruh Indonesia.
Selanjutnya, Anwar mengatakan perkembangan demokrasi dan pemilu merupakan suatu proses yang harus dimaknai secara positif. Meski harus dimaklumi pula, lanjutnya, bahwa perkembangan tersebut juga telah melahirkan kompleksitas permasalahan sistem yang tinggi. Permasalahan itu tidak hanya dalam proses pelaksanaan pemilunya saja, melainkan juga terkait dengan penyelesaian sengketa pemilu pasca-rekapitulasi suara dilakukan.
“Terlepas dari segala kekurangan dalam sistem dan pelaksanaan demokrasi dan penegakan hukum pemilu yang harus senantiasa dievaluasi dan dibenahi, kita patut banyak bersyukur pula di sisi yang lain,” imbuh Anwar.
Anwar mengimbau untuk menjaga proses demokrasi dan mencapai hasil pemilu yang diharapkan, dibutuhkan kerja sama dan sinergitas seluruh elemen masyarakat. Ia menyampaikan keseluruhan elemen tersebut harus bersinergi untuk menyukseskan pemilu demi terjaganya kedaulatan rakyat.
“Dalam kesempatan kali ini, saya ingin menyampaikan pesan secara khusus kepada pengurus partai politik beserta jajarannya, bahwa partai politik merupakan pilar demokrasi dan pemain kunci bagi terselenggaranya pemilu 2024 yang sukses dan demokratis. Untuk itulah, mengapa Bimtek ini digelar oleh MK bekerja sama dengan partai politik, dengan harapan agar terbangun sinergitas kerja antarpenyelenggara negara dengan institusi demokrasi, demi mewujudkan amanat UUD 1945, dalam rangka membangun negara demokratis yang berdasarkan atas hukum,” tandas Anwar.
Sosialisasi Hukum Acara PHPU 2024
Pada sesi I yang berlangsung malam harinya, hadir sebagai narasumber, Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Manahan M.P. Sitompul. Memulai pemaparannya, Manahan yang menjelaskan bahwa terdapat dua bagian besar pemilu, yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Anggota Legislatif (DPR, DPRD, dan DPD). Pada pemaparan kali ini, Manahan menitikberatkan pembahasan mengenai Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilu Tahun 2024 sebagaimana tertuang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2023 tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Menurutnya, ada tiga unsur objek permohonan dalam perkara PHPU, yakni hasil penetapan suara oleh KPU.
“Karena KPU menjadi sasaran dari PHPU. Dan Pemohon adalah partai politik. Karena perkembangan politik, kini ada juga perseorangan calon yang maju melawan sesama anggota parpol yang dicalonkan mengajukan permohonan,” papar Manahan.
Terkait syarat pengajuan permohonan, Manahan menjelaskan permohonan harus diajukan oleh DPP partai politik peserta pemilu. Pengajuan permohonan tersebut harus ditandatangani langsung oleh ketua umum dan sekjen partai politik yang bersangkutan. “Sementara Pemohon perseorangan harus memperoleh izin dari sekjen parpol yang bersangkutan,” ujarnya.
Manahan juga menambahkan permohonan dapat diajukan paling lambat 3 x 24 jam sejak diumumkannya penetapan perolehan suara hasil Pemilu Anggota DPR dan DPRD secara nasional oleh Termohon—dalam hal ini adalah KPU. “Maka, MK harus siap menerima permohonan selama 3 x 24 jam tersebut,” tambahnya.
Sengketa dalam Pemilu
Pada kesempatan berikutnya, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengungkapkan dalam pemilu dikenal dua sengketa, yakni sengketa dalam tahapan atau lebih dikenal dengan sengketa administratif serta sengketa hasil pemilu yang ditangani oleh MK. Menurut Saldi, sengketa tahapan atau sengketa administratif bisa diberikan sanksi pidana. Berbeda halnya, dengan sengketa hasil pemilu, yang berpengaruh kepada penetapan calon anggota DPR dan DPRD. Selain itu, lanjutnya, sengketa hasil pemilu akan melibatkan Bawaslu dan lembaga lain yang bisa memberikan sanksi pidana.
“Kini terbaru, malah ada sengketa calon partai politik. Ini Gerindra beruntung karena merupakan partai yang memenuhi threshold jadi jauh lebih sederhana daripada dari parpol baru,” ucapnya.
Saldi mengingatkan kepada para peserta jika mendalilkan adanya kehilangan suara, maka harus menyertai alat bukti yang lengkap. Ia mengingatkan pentingnya alat bukti dan menyarankan kepada para peserta telah memiliki tim yang mengumpulkan alat bukti.
“Kenapa bukti penting? Jika ada kehilangan suara sebanyak 1000 suara, maka nanti KPU akan datang dengan rekap suara yang dimiliki pada TPS bersangkutan. Pemilu kita itu memang rumit, tapi ini yang harus kita hadapi,” tambah Saldi.
Selanjutnya, Saldi menegaskan hal terbaru dari pendaftaran permohonan untuk PHPU 2024 hanya dapat diajukan satu kali. “Saran saya jika hendak menambahkan alat bukti, maka pendaftaran di akhir saja. Jadi jatah 3 x 24 jam pendaftaran itu, maka hanya satu kali mendaftarkan. Tidak bisa lagi menambahkan karena mudah untuk parpol, namun berat bagi pengadministrasi perkara di MK,” urainya.
Memberikan Pemahaman
Sementara itu, Plt. Sekjen MK Heru Setiawan dalam laporannya, menyampaikan bahwa tujuan penyelenggaraan Bimtek Hukum Acara Penyelesaian Perkara PHPU Tahun 2024 tersebut untuk memberikan pemahaman mengenai tata acara, mekanisme dan tahapan, teknik dan praktik Penyusunan Permohonan dan Keterangan Pihak Terkait kepada berbagai elemen pengurus dan anggota Partai Gerindra yang berpotensi akan menjadi Pemohon atau Pihak Terkait dalam persidangan PHPU di MK.
“Dengan dipahaminya prosedur tata acara dalam Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024 oleh para pihak yang akan berperkara di Mahkamah Konstitusi, akan memudahkan proses persidangan sengketa penyelesaian perkara perselisihan hasil pemilihan umum. Sebagaimana kita ketahui bahwa persidangan PHPU di Mahkamah Konstitusi bersifat speedy trial karena ada batasan waktu yang harus dipenuhi. Maka, dua hal tadi kami sampaikan yakni mengenai penyusunan permohonan,” papar Heru.
Heru melanjutkan, Bimtek Partai Gerindra merupakan kegiatan kedua dari seluruh rangkaian kegiatan bimtek yang diselenggarakan MK untuk 18 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal di Aceh sebagai peserta Pemilu Serentak Tahun 2024.
“Di samping untuk partai politik peserta pemilu, Bimtek PHPU ini rencananya kami selenggarakan juga untuk para Calon Anggota DPD, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), serta para Advokat yang tergabung dalam beberapa organisasi advokat dalam rentang waktu tahun 2023 ini,” urai Heru di hadapan peserta yang terdiri dari para Pengurus dan Anggota Partai Gerindra.
Selain itu, Heru juga menyampaikan bahwa nantinya akan diberikan materi mengenai pengenalan mengenai laman MK (mkri.id). Hal ini karena nantinya permohonan maupun keterangan Pihak Terkait dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilu akan didaftarkan melalui laman MK.
Penting Bagi Gerindra
Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Sekretaris Majelis Kehormatan dan Ketua Lembaga Advokasi Hukum Indonesia Raya DPP Partai Gerindra M. Maulana Bungaran. Menurut Maulana, bagi Partai Gerindra, bimtek tersebut bukan pertama kalinya diikuti, namun tetap dibutuhkan guna menyegarkan kembali ilmu mengenai perselisihan hasil pemilihan umum. “Bagi Gerindra, hal ini sangat penting. Dari pengalaman bertahun-tahun, maka tetap perlu di-refresh kembali pengetahuan. Kami memerlukan bimtek seperti ini,” jelasnya.
Maulana menyebut pada PHPU 2019 silam, Partai Gerindra merupakan partai politik terbanyak yang berhasil meloloskan banyak perkara PHPU di MK. “Ada yang dikabulkan dengan penghitungan suara ulang. Selain itu, Gerindra mampu mempertahankan sejumlah kursi dan itu termasuk karena adanya bimtek dari MK. Untuk itu, kami persyaratkan fulltime untuk menghadiri bimtek ini. Karena terlalu banyak ilmu yang akan diperoleh dari bimtek ini,” urainya.
Untuk diketahui, kegiatan Bimtek Partai Gerindra dilaksanakan pada Senin – Kamis (13 – 16/2/2023) diikuti oleh sebanyak 151 orang peserta. Adapun materi yang akan diberikan kepada para peserta meliputi: (1) Mahkamah Konstitusi dan Dinamika Penanganan Perkara PHPU di Mahkamah Konstitusi; (2) Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024; (3) Mekanisme,Tahapan dan Kegiatan Penanganan Perkara Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024; (4) Teknik serta Praktik Penyusunan Permohonan Pemohon dan Penyusunan Keterangan Pihak Terkait; (5) Sistem Informasi Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024; dan (6) Evaluasi hasil Penyusunan Permohonan Pemohon dan Penyusunan Keterangan Pihak Terkait. Narasumber yang hadir di antaranya dari hakim konstitusi, panitera muda MK, Asisten Ahli Hakim Konstitusi, dan lainnya. (*)
Penulis: Lulu Anjarsari P.
Editor: Lulu Anjarsari P.