JAKARTA, HUMAS MKRI – Parameter hak konstitusional yang dijamin oleh konstitusi sangat penting diketahui oleh warga negara Indonesia termasuk bagi para mahasiswa. Sebab, hal ini menentukan apakah seseorang atau badan hukum tersebut dapat melakukan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK). Demikian penggalan kutipan paparan yang disampaikan oleh Asisten Ahli Hakim Konstitusi Helmi Kasim ketika menyambut kehadiran mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta di Aula Gedung 1 MK pada Senin (13/2/2023).
Lebih lanjut di hadapan mahasiswa hukum tata negara ini, Helmi mengatakan bahwa apabila seseorang atau badan hukum tersebut tidak memiliki kedudukan hukum, maka dapat saja permohonan perkara yang dimohonkan ke Mahkamah berakhir dengan putusan tidak diterima karena substansinya tidak dibahas lebih lanjut oleh MK. Dikatakan Helmi bahwa sejak 2003 hingga 2023 ini, MK telah cukup berpengalaman untuk melakukan tugasnya dalam pengujian undang-undang. Hanya dua kewenangan yang belum dijalankan oleh MK, yakni pembubaran partai politik dan kewajiban pemakzulan. Berkaitan dengan pengujian undang-undang, hal utama yang harus dipahami adalah tidak boleh ada undang-undang yang bertentangan dengan UUD 1945.
“Tolok ukur dari pengujian undang-undang adalah UUD 1945 sehingga gerbang utamanya adalah hak konstitusional Pemohon. Jika bicara hak konstitusional, maka hal-hal demikian terdapat pada bab hak asasi manusia yang banyak dijadikan batu uji, baik pengujian formil maupun materiil,” sebut Helmi.
Pembubaran Parpol
Pada sesi tanya jawab, salah satu mahasiswa menanyakan alasan dan dasar dari dibubarkannya sebuah partai politik. Mengingat partai politik menjadi bagian dari wadah penyaluran aspirasi rakyat. Atas pertanyaan ini, Helmi menjelaskan partai politik berwenang untuk mengisi fungsi sebagai legislator. Di dalamnya terdapat putra-putri terbaik bangsa yang menjadi bagian dari calon pemimpin yang dikader untuk kebutuhan kepemimpinan negara. Oleh karena itu, dasar dan alasan dibubarkannya suatu parpol oleh pemerintah tidak lain adalah ideologi yang diusungnya.
“Apabila ideologinya tidak sesuai dengan Konstitusi dan Pancasila, maka Pemerintah-lah yang paling bisa mengajukan permohonannya. Sebab, kalau setiap orang dapat mengajukan permohonan parpol seperti halnya pengujian undang-undang, maka akan setiap saat akan ada pengajuan pembubaran parpol. Bahwa ideologi parpol itu harus dijawab oleh negara sehingga Pemerintah harus hadir di dalamnya untuk melakukan pengujian ideologi yang diusung parpol. Jadi, titik krusial dari pembubaran parpol itu, apakah ideologinya bisa dibuktikan bertentangan dengan Pancasila yang dapat dilihat dari Anggaran Dasar parpol yang bersangkutan, misalnya meski ideologi sesuai Pancasila, namun pada praktiknya berbeda, maka di sini, Pemerintah membuktikan ketidaksikronan ini,” jelas Helmi.
Usai mendapatkan materi dan berdiskusi tentang konstitusi, para mahasiswa diajak ke Pusat Sejarah dan Kontitusi (Puskon) untuk melihat secara langsung diorama sejarah konstitusi Indonesia dari masa ke masa. Di sana para mahasiswa didampingi oleh Pustakawan MK Hanindyo agar mendapatkan berbagai penjelasan mengenai bagian-bagian dari sumber literasi hukum MK yang dialihmediakan menjadi digital. (*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.