KUPANG, HUMAS MKRI – Bangsa Indonesia lebih beruntung karena memiliki pegangan hidup Pancasila yang menyatukan penduduknya yang terdiri atas berbagai suku/golongan dan memeluk berbagai agama dan kepercayaan. “Aku tidak mengatakan aku yang menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami tradisi-tradisi kami sendiri dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah”. Demikian sepenggal percakapan Bung Karno yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat mengawali pembicaraan saat menjadi narasumber dalam Sosialisasi Wawasan Kebangsaan. Kegiatan tersebut digelar di Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana, Kupang, pada Sabtu (11/2/2023) siang.
Arief juga menerangkan gambaran peradaban manusia. Dari peradaban yang sangat sederhana disebut dengan hunting society beralih pada agrarian society. Kemudian terjadinya revolusi industri dengan ditemukan mesin uap, listrik dan lainnya. Bertahun-tahun kemudian menuju pada information society dengan ditemukan komputer dan sebagainya, hingga peradaban saat ini yang disebut era 5.0 atau super smart society yang mengalami perkembangan sungguh luar biasa.
“Seperti dilakukan MK sekarang yang tengah mengembangkan teknologi digital. Tapi apakah semua bidang kehidupan akan digantikan dengan teknologi digital? Semuanya harus tetap berbasis pada human being,” jelas Arief.
Sisi negatif teknologi, lanjut Arief, banyak yang tidak bertanggung jawab melalui penggunaan media komunikasi ataupun media sosial lainnya. Muncul suatu era yang disebut post-truth. Sesuatu yang tidak benar, namun diulang-ulang di media sosial, maka itu akan menjadi kebenaran. Menurut Arief, ujaran kebencian dan narasi negatif yang bertujuan memecah belah bangsa banyak berseliweran di media sosial.
Berikutnya, Arief menerangkan konsep VUCA yang merupakan istilah di dunia militer tahun 1990-an. Konsep ini menurut Arief merupakan gambaran masyarakat pada era 5.0 seperti sekarang. VUCA adalah singkatan dari V (Volatility), U (Uncertainty), C (Complexity), A (Ambiguity). Volatility artinya perubahan yang serba cepat. Dalam masyarakat yang dinamis, berubah secara cepat dan sulit diprediksi, tidak terukur, maka dibutuhkan visi, tujuan, niat yang baik. Uncertainty dalam VUCA dapat diartikan sebagai ketidakpastian. Era sekarang banyak ketidakpastian, sehingga dibutuhkan kehati-hatian. Sedangkan Complexity dalam VUCA bermakna kompleksitas, situasi yang rumit. Kemudian Ambiguity dalam VUCA, memiliki makna sebagai realitas yang kabur.
Pancasila Ideologi Negara
Sementara, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh memaparkan kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila merupakan manisfestasi nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Nilai-nilai tersebut menjadi way of life masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Nilai ini menjadi kausa material Pancasila yang lahir dari wajah asli dan karakter bangsa Indonesia.
Dalam diskusi ini, Daniel juga memaparkan empat kewenangan dan satu kewajiban MK. Terkait kewenangan MK termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. Pertama, MK berwenang menguji UU terhadap UUD. Kedua, MK berwenang memutus sengketa kewenangan lembaga negara. Kemudian MK juga berwenang memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Sedangkan kewajiban MK adalah memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden. Selain itu ada kewenangan tambahan dari MK, yakni memutus perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada).
Selanjutnya, Daniel menggambarkan melalui putusan-putusan MK yang berkaitan dengan konsep negara hukum dan ideologi Pancasila. Sebagaimana tertuang pula dalam Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan UU MK serta senada dengan fungsinya, maka MK juga berperan sebagai penjaga ideologi negara. Oleh karena itu, dari beberapa putusan MK di antaranya Putusan Nomor 140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April 2010, yang mengujikan Undang-Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap UUD 1945; dan Putusan Nomor 82/PUU-XVI/2018 tanggal 26 November 2018, yang mengujikan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terhadap UUD 1945, Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya secara tegas dan jelas menyatakan “… keberadaan Mahkamah tidak hanya sebagai the guardian of constitution tetapi juga the guardian of ideology, sesuai dengan kewenangan Mahkamah menguji undang-undang terhadap UUD. Jika ada permohonan yang diajukan untuk menilai konstitusionalitas norma, Mahkamah tidak hanya menilai norma tersebut terhadap pasal-pasal UUD tetapi juga mempertimbangkan nilai-nilai Pancasila…”.(*)
Penulis: Bayu Wicaksono
Editor: Lulu Anjarsari P.