KUPANG, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjadi narasumber dalam kegiatan “Akreditasi Perguruan Tinggi Universitas” di Universitas Nusa Cendana, Kupang, pada Jumat (10/2/2023) siang. Daniel yang hadir secara langsung di kampus tersebut menceritakan banyak hal mengenai MK serta kewenangan yang dimiliki MK.
Mengawali paparannya, Daniel menyebut MK lahir di era reformasi setelah amendemen UUD 1945. Keberadaan MK dijelaskan dalam dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan, “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.”
Selain itu, sambung Daniel, dalam Pasal 2 UU MK, dijelaskan bahwa MK merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Selanjutnya Daniel menyebutkan empat kewenangan MK dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 dan satu kewajiban MK dalam Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945. Daniel juga menyinggung kewenangan MK dalam perkara perselisihan penetapan perolehan suara tahap akhir hasil Pemilihan diperiksa dan diadili oleh MK sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
“MK sebagai lembaga baru perlu mensosialisasikan visi dan misinya. Disisi lain selama ini MK bekerja sama dengan perguruan tinggi. Waktu menjadi mahasiswa, ia mendapat bekal kuliah hukum acara baik hukum acara pidana, hukum acara perdata, hukum peradilan tata usaha negara dan sebagainya. Namun sejak ada MK banyak perguruan tinggi yang bekerja sama. Umumnya telah memiliki mata kuliah hukum acara MK. “Ada buku yang diterbitkan oleh MK dan dibagikan kepada fakultas hukum yang bekerja sama dengan MK terkait sosialisasi hukum acara MK,” ujar Daniel.
Hukum Acara MK
Berbicara mengenai hukum acara MK, Daniel menyebutkan hukum acara MK sangat penting yang mana kita tahu MK memiliki sembilan hakim yang terbagi dari DPR, Pemerintah dan MA. Dari MA itu merupakan hakim karir sehingga sebagai hakim karier yang sangat menguasai hukum acaranya. Sedangkan selain dari hakim karier tidak menguasai hukum acara. Tetapi pengalaman hukum acara pidana, perdata dan sebagainya itu sangat berpengaruh ketika hakim karier menjadi hakim konstitusi. Itu sangat membantu sekali. Sehingga siapapun ketika masuk fakultas hukum penting untuk menguasai hukum acara.
“Alumni dari fakultas hukum tidak hanya menjadi jaksa, hakim dan advokat tetapi ada juga yang menjadi polisi, tentara, peradilan militer dan sebagainya. Sehingga hukum acara itu sangat penting,” tegas Daniel.
Ia juga mengatakan, terdapat beberapa ketentuan yang harus dipahami para pihak dengan saksama. Di antaranya, dalam pemberian kuasa untuk beracara di MK. Pemohon dapat diwakili oleh kuasa hukum. Kuasa hukum yang beracara tersebut pun tidak harus advokat.
Selanjutnya Daniel menerangkan mengenai syarat adanya kerugian konstitusional, yaitu adanya hak konstitusional Pemohon yang diberikan UUD 1945. Kerugian yang dimaksudkan tersebut dapat bersifat spesifik dan aktual atau setidaknya potensial menurut penalaran wajar dapat dipastikan terjadi; adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dimaksud dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan pengujiannya; dan adanya kemungkinan dengan dikabulkannya permohonan, maka kerugian konstitusional seperti yang didalilkan tidak lagi terjadi.
Pengajuan perkara ke MK disebut “permohonan” dan bukan “gugatan”. Mengenai hal ini, Daniel mengatakan dalam perkara pengujian UU di MK pada hakikatnya hanya ada satu pihak dalam pengajuan perkaranya. Dalam perkara pengujian UU di MK, Presiden, Pemerintah, dan DPR bukan pihak yang berlawanan, tetapi hanya bertindak sebagai pemberi keterangan.
Di akhir paparannya, ia berharap MK dapat terus menjalin kerja sama dengan Universitas Cendana Kupang dalam rangka mensosialisasikan visi dan misi MK serta kewenangan yang dimilikinya. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.