JAKARTA, HUMAS MKRI – Sejumlah perwakilan dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) berkunjung ke Mahkamah Konstitusi pada Kamis (9/2/2023). Kunjungan dilakukan dalam rangka melakukan identifikasi terhadap Pojok ANRI yang sejak November 2021 dimanfaatkan sebagai sarana penyebarluasan informasi tentang keberadaan dan peranan ANRI sebagai Lembaga Pembina Kearsipan Nasional.
Menyambut kunjungan yang dipimpin oleh Yanah Suryanah selaku Ketua Tim Laboratorium ANRI, Kepala Biro Umum MK Elisabeth mengatakan bahwa keberadaan Arsiparis ANRI yang ada di MK sangat membantu pengelolaan arsip statis di MK sejak awal munculnya arsip-arsip persidangan dan nonpersidangan di MK.
“Untuk itu, pertemuan hari ini diharapkan dapat memberikan informasi baru tentang perkembangan pengelolaan arsip dari kertas ke digital. Mengingat di MK pengelolaan arsip digitalnya pun belum dapat dikatakan terkelola dengan baik dan sempurna,” kata Elisabeth dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh Plt. Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Sigit Purnomo, Pustakawan MK Hanindyo, dan Arsiparis MK Kasiman di Ruang Delegasi MK.
Dalam sambutannya, Yanah menyebutkan dalam kunjungan kali kedua ke MK ini, ANRI mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat yang diberikan terhadap rombongan. Kunjungan ini dimaksudkan untuk melakukan identifikasi terhadap kondisi penyimpanan arsip yang telah dilakukan oleh MK.
“Untuk reservasi secara preventif terhadap suhu dan kelembaban cahaya serta penataan, kami percaya MK dapat melakukannya secara optimal, tetapi yang juga menjadi hambatan yakni bagian restorasi dan saat kerusakan dari sebuah arsip yang tergolong pada reservasi kuratif,” ujar Yanah yang hadir bersama dengan Dhani Sugiharto selaku Ketua Tim Penyimpanan; Achmad Dedi Faozi selaku Ketua Tim Digitalisasi; Susanto selaku Ketua Tim Restorasi; serta Fitra Yeni dan Anwar Asyraf selaku Arsiparis ANRI.
Tahap Digitalisasi Arsip
Pada kunjungan ini, perwakilan ANRI melalui Faozi menyebutkan bahwa menyikapi perkembangan penyimpanan arsip dari fisik ke digital ini, ANRI pun berupaya menempuh akselerasi melalui berbagai pengembangan penyimpanan arsip-arsip dari berbagai lembaga negara. Khusus lembaga peradilan termasuk MK, Faozi mengatakan ingin berfokus pada bagaimana arsip digital kemudian dapat secara nyata dibuktikan di pengadilan. Sebagai ilustrasi, Faozi menyebutkan salah satu negara sahabat yakni Singapura yang telah berhasil membuktikan dan mendeklarasikan arsip digitalnya dapat dinyatakan sah sebagai alat bukti dalam persidangan di pengadilan. ANRI pun berharap, MK dapat kemudian memastikan hal serupa guna mendukung sinergisitas antara MK dan ANRI dalam kinerja lembaga masing-masingnya.
Namun perlu menjadi catatan, Faozi mengingatkan ada beberapa tahap yang harus diperhatikan dalam tahap digitalisasi suatu arsip, yakni pra-digitalisasi, alih media, dan pasca-digitalisasi. Untuk tahap pra-digitalisasi, MK dapat melakukan pemilahan atas arsip-arsip yang benar-benar dapat didigitalkan. Selanjutnya dalam tahap alih media, MK harus memikirkan alat-alat pendukung seperti alat pemindai yang memadai dengan beberapa kategori penyimpanan, yakni tif, jpeg, dan pdf. Hal in mengingat, masing-masing kategori penyimpanan arsip tersebut memiliki kualitas berbeda-beda dan disesuaikan pula dengan kebutuhannya. Berikutnya pada tahap pasca-dgitalisasi MK harus pula memikirkan tahap quality control dari pengelolaan arsip-arsipnya, yang harus tetap dijaga unsur keasliannya.
Menjawab pertanyaan ANRI ini, Kasiman selaku Arsiparis MK menyebutkan bahwa arsip-arsip yang ada pada Pusan Sejarah dan Konstitusi MK secara fisik telah memenuhi syarat dalam pengelolaannya. Namun untuk langkan pengalih media MK masih membutuhkan arahan dari ANRI agar tepat guna. “Terkait alih media tentang arsip di MK ini sejatinya berbeda dengan ANRI karena di MK ini batasan alih media adalah untuk akses dan back up. Jadi, bukan untuk pelestarian. Saat ini pengalih media arsip di MK baru pada arsip putusan, keuangan, dan video yang baru pada angka 5.000-an dari Mini DV ke elektronik,” sebut Kasiman.
Usai saling bertukar pikiran dan informasi, perwakilan ANRI pun diajak mengunjungi langsung Pojok MK yang ditempatkan bersamaan dengan penempatan putusan pertama MK di Pusat Sejarah Konstitusi (Puskon). (*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.