JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana atas pengujian Pasal 31 ayat (1) dan Penjelasan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan) pada Rabu (8/2/2023). Perkara Nomor 11/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Umar Husin, Zentoni, Sahat Tambunan, Paulus Djawa yang berprofesi sebagai kurator.
Pasal 31 ayat 1 UU Kepailitan berbunyi, “Apabila pengadilan telah menetapkan putusan pernyataan pailit maka segala penetapan pelaksanaan pengadilan sebelumnya yang berkait dengan setiap bagian kekayaan debitor harus diberhentikan seketika dan tidak boleh ada satupun putusan (apapun putusannya) yang boleh dilaksanakan.“
Para Pemohon melalui Donny Tri Istiqomah menyebutkan keberadaan Pasal 31 ayat 1 UU Kepailitan menimbulkan ketidakpastian hukum karena para kurator harus selalu berhadapan dengan perdebatan hukum dengan para kreditor yang berstatus Kreditor Separatis yang debiturnya diputus pailit. Sebab, kreditor separatis akan menolak tunduk terhadap Pasal 31 ayat 1 UU Kepailitan dan hal ini berdampak pada hilang atau setidak-tidaknya berkurangnya kewenangan para Pemohon untuk mengambil alih dan menjual aset debitur yang telah diputus pailit. Padahal, sambung Donny, kewenangan yang dimiliki para Pemohon merupakan kewenangan atributif yang diberikan undang-undang.
Terhadap keadaan pailit terdapat pemberlakuan bersifat khusus dan istimewa bagi Kreditor Separatis yang juga dapat mengeksekusi persoalan kepailitan sebagaimana diatur Pasal 55 UU Kepailitan. Namun ia tidak dapat secara serta-merta dapat mengeksekusi haknya begitu saja, tetapi harus melalui sebuah rangkaian proses eksekusi yang tidak terputus sebagaimana diatur Pasal 56 sampai dengan Pasal 59 UU Kepailitan.
“Penjelasan pasal yang diujikan ini tidak menyebutkan batasan waktu untuk menjual aset bagi kreditur separatis, jadi ini merugikan hak kurator,” ucap Donny dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dengan Hakim Konstitusi Suhartoyo dan M. Guntur Hamzah sebagai hakim anggota Sidang Panel.
Untuk itu, para Pemohon memohon pada Mahkamah untuk menyatakan Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU Kepailitan tidak sah secara hukum dan dinyatakan dihapus karena telah membuat ketidakjelasan norma yang terkanding pada Pasal 31 ayat (1) UU Kepailitan, sehingga merugikan hak-hak konstitusional para Pemohon karena telah menyebabkan ketidakadilan dan ketidakpastian hukum serta bertentangan dnegan Pasal 28D Ayat (1) UUD 1945.
Nasihat Hakim
Terkait permohonan ini, Hakim Konstitusi Suhartoyo memberikan beberapa catatan perbaikan kepada para Pemohon. Perbaikan yang dimaksud terkait kedudukan hukum perlu dielaborasi terutama terkait anggapan kerugian konstitusional yang dialami para Pemohon yang bertindak sebagai kurator. Berikutnya Suhartoyo memberikan penjelasan mengenai petitum yang ada pada permohonan yang dinilai tidak lazim, sehingga perlu dicermati kembali permohonan MK yang pernah ada. “Namun nantinya jangan pula ada kontradiksi antara petitum satu dan lainnya, apakah nantinya akan dimohonkan inkonstitusional total atau utuh atau dinyatakan bersyarat,” jelas Suhartoyo di hadapan para kuasa hukum Pemohon.
Selanjutnya, Hakim Konstitusi Guntur dalam nasihatnya menyebutkan tentang kerugian konstitusional hanya saja perlu dilengkapi dengan Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2021 khususnya Pasal 4 ayat (2). Kemudian antara petitum dan posita dinilai membingungkan yang dapat berdampak pada kaburnya permohonan.
“Karena di posita Saudara menjelaskan secara lengkap bagaimana status Penjelasan Pasal itu menjelaskan, tetapi bukan membuat norma baru, tetapi pada Petitum permohonan ini justru mengakui pasal dan menambahkan frasa Pasal 59. Ini harus jelas, apakah tidak mempersoalkan penjelasannya tetapi menambah frasa Pasal 59 atau penjelasan ini inkonstitusional. Ini menjadi dua konteks yang hadir dari permohonan ini,” jelas Guntur.
Terakhir, Hakim Konstitusi Enny menyoroti tentang kedudukan hukum yang dinilai masih sederhana, sehingga kualifikasi dan anggapan kerugian konstitusional yang masih sumir. Di sini belum disebutkan hak-hak yang dijamin dalam konstitusi dari para Pemohon yang terlanggar dengan adanya norma yang diujikan pada perkara ini.
Sebelum menutup persidangan, Hakim Konstitusi Enny menyebutkan para Pemohon diberikan waktu selama 14 hari ke depan untuk menyempurnakan permohonan. Naskah perbaikan selambat-lambatnya diserahkan pada Selasa, 21 Februari 2023 pukul 13.30 WIB ke Kepaniteraan MK. Untuk selanjutnya diagendakan sidang kedua yang akan diinformasikan kemudian kepada para pihak yang mengajukan perkara.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.