BOGOR, HUMAS MKRI - Bimbingan Teknis (Bimtek) Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Tahun 2024 bagi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) masih berlangsung pada Selasa (7/02/2024) di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Sejumlah kader PKB pada hari kedua Bimtek ini menerima materi “Dinamika Penanganan PHPU di Mahkamah Konstitusi (MK), Mekanisme, Tahapan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024, serta Sistem Informasi Penanganan Perkara Elektronik.”
Panitera Pengganti MK, Mardian Wibowo sebagai pembicara sesi tiga Bimtek menjelaskan sejarah perkembangan perubahan konstitusi Indonesia, sejarah singkat proses amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), hak konstitusional warga negara, serta fungsi dan kewenangan MK.
Mardian menjelaskan, pasca 1998 UUD 1945 mengalami perubahan yang jauh berbeda dengan sebelum amendemen. “Dan Mahkamah Konstitusi munculnya di Undang-Undang Dasar 1945 yang versi perubahan,” kata Mardian.
Lebih lanjut dikatakan Mardian, ide dan gagasan tentang perlunya dibentuk MK di Indonesia muncul pasca reformasi. Hal ini berkaca pada pengalaman praktik bernegara pada masa Orde Lama dan Orde Baru, di mana konstitusi sering ditafsirkan berbeda-beda sesuai dengan kepentingan penguasa.
Mengenai pentingnya dibentuk MK, kata Mardian, dapat dilihat dari fungsi MK sebagai pengawal konstitusi, artinya MK diberi tugas agar konstitusi tidak ditafsirkan sembarangan. Fungsi MK selanjutnya adalah penafsir final konstitusi, dalam arti ketika terjadi perbedaan tafsir maka MK akan menjadi penafsir terakhir melalui pengujian undang-undang yang tertuang dalam putusan.
“Fungsi MK berikutnya adalah pelindung hak asasi manusia dan pelindung hak konstitusional,” ujar Mardian.
Mardian pun menjelaskan perbedaan antara hak asasi manusia (HAM) dengan hak konstitusional warga negara. HAM adalah semua hak yang melekat sejak manusia lahir, di antaranya hak hidup, hak untuk mencari nafkah. Sementara hak konstitusional adalah hak warga negara yang tercantum dalam konstitusi.
Fungsi MK berikutnya adalah pengawal demokrasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari konstitusi kita, karena akan berbahaya jika kita kembali ke sistem yang otoriter. Fungsi lainnya, MK adalah penjaga ideologi negara dan hal ini ditegaskan MK melalui putusannya karena di dalam konstitusi juga terdapat ideologi negara Pancasila.
Setelah berbicara fungsi MK, Mardian membahas kewenangan MK yaitu menguji UU terhadap UUD 1945. Kewenangan ini berlaku di seluruh dunia. Di Amerika dan beberapa negara kewenangan menguji undang-undang terhadap konstitusi dijalankan oleh Mahkamah Agung (MA). Kewenangan yang dijalankan MK berbeda dengan MA.
Dijelaskan olehnya, MK terdiri dari sembilan orang hakim konstitusi yang diusulkan oleh tiga lembaga sebagai representasi tiga cabang kekuasan negara. Tiga orang Hakim Konstitusi masing-masing diusulkan oleh DPR, Mahkamah Agung, dan Presiden. Sementara pegawai yang berada di bawahnya merupakan supporting unit yang berada di kepaniteraan dan sekretariat jenderal.
Hakim dalam memutus perkara memiliki dua asas minimal mempertimbangkan dua alat bukti, “kalau begitu bapak ibu kalau memberikan jangan minimal dua. Tapi praktiknya selama ini pemohon memberikan alat bukti lebih dari dua, bahkan bisa berkontainer-kontainer jika lingkupnya nasional, namun alat bukti itu harus tetap relevan,” kata Mardian.
Hakim Konstitusi bersifat pasif namun aktif, dalam arti, hakim tidak mengajak orang untuk mengajukan perkara namun ketika ada masyarakat mengajukan perkara maka dia aktif untuk menggali dan mendalami fakta yang terungkap dalam persidangan untuk kemudian memberikan putusan. Hakim dalam memutus perkara harus berdasar alat bukti dan keyakinan.
Penanganan PHPU di MK
Terkait dengan kewenangan MK untuk memutus perselisihan hasil pemilu, Mardian mengungkapkan, pemilu diatur dalam beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Dengan beragamnya ketentuan yang mengatur pemilu maka dalam menyelesaikan perselisihan hasil pemilu di MK pun menjadi penuh dinamika. Kenyataan itu juga menyebabkan MK harus mengubah dan menyesuaikan Peraturan MK yang terkait dengan perkara penyelesaian perselisihan hasil pemilu. Termasuk dengan dinamika penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala daerah, jika sebelumnya merupakan ranah kewenangan MA, namun dalam perjalanannya menjadi kewenangan MK.
Penanganan perkara perselisihan hasil pemilu juga dipengaruhi oleh perkembangan situasi dan kondisi, seperti yang terjadi selama masa pandemi. Jika sebelumnya para pihak datang langsung beracara di MK maka selama pandemi MK melakukan persidangan secara online.
Hukum acara MK juga dipengaruhi oleh praktik peradilan, seperti persoalan penggandaan berkas dan bukti dari para pihak yang dirasa memberatkan. Meski MK merupakan lembaga peradilan cepat dan berbiaya ringan, dalam peraturan yang lama para pihak diminta untuk memperbanyak dalam 11 rangkap yang dirasa memberatkan. Kondisi itu banyak dikeluhkan para pihak. Oleh karena itu, kini para pihak hanya diminta memperbanyak berkas menjadi empat rangkap agar tidak membebani para pihak yang berperkara, meski hal itu menjadi beban anggaran bagi MK. “Itu merupakan contoh dinamika Peraturan MK yang terjadi karena perubahan yang terjadi di luar MK,” ungkap Mardian
Teknis Pengajuan Permohonan PHPU
Dalam materi Mekanisme, Tahapan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2024, Panitera Muda III MK, Ida Ria Tambunan, menjelaskan kepada peserta untuk dapat mencermati secara teliti tahapan pengajuan permohonan, baik sebagai pemohon atau pun pihak terkait. Ida mengingatkan, batas waktu pengajuan permohonan sangat penting karena jika melewati tenggat waktu, meski pendaftaran permohonan itu diterima oleh MK namun akan diputus tidak dapat diterima.
Pengajuan permohonan PHPU dilakukan oleh dewan pimpinan pusat (DPP) partai politik, atau sebutan lainnya, paling lambat diajukan 3x24 jam sejak diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). MK akan bekerja selama 24 jam untuk menerima permohonan. Untuk mengatasi kendala geografis, MK membuka pendaftaran permohonan secara online, sehingga pemohon tidak perlu datang ke MK.
Terakhir Ida mengingatkan kepada para peserta agar terus memantau permohonan yang masuk melalui laman MK. Menurut Ida, hal itu harus dilakukan agar para peserta dapat mempersiapkan diri sebagai pihak terkait jika ada perkara yang masuk.
Pada sesi keempat Bimtek, para kader PKB menerima materi mengenai Sistem Informasi Penanganan Perkara Elektronik. Pada sesi berisi penjelasan teknis serta praktik melakukan pendaftaran perkara sebagai pemohon maupun pendaftaran sebagai pihak terkait secara online. Para peserta juga mendapatkan pengetahuan bagaimana melihat dan menelusuri perkara yang masuk melalui aplikasi yang telah disediakan MK.
Berikutnya para kader PKB ini juga mendapatkan informasi mengenai tata cara beracara secara daring, baik dengan menggunakan gawai, komputer jinjing, atau pun melalui smartboard mini courtroom MK yang berada di sejumlah lokasi di seluruh Indonesia, baik di perguruan tinggi maupun desa konstitusi.
Baca juga:
Ketua MK Buka Bimtek Perselisihan Hasil Pemilu bagi PKB
Penulis: Ilham WM.
Editor: Nur R.