JAKARTA, HUMAS MKRI – Plt. Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Heru Setiawan menghadiri rapat finalisasi posisi Pemerintah Indonesia atas rekomendasi Universal Periodic Review ke-4 pada Senin (6/2/2023). Dalam pertemuan yang diselenggarakan di ruang pertemuan Diplomasi, kompleks Gedung kementerian luar negeri, Direktur HAM dan Kemanusiaan – Kementerian Luar Negeri Achsanul Habib selaku pimpinan rapat membuka dengan menjelaskan tentang lima rekomendasi yang didapatkan oleh Indonesia terkait dengan Hak Asasi Manusia. Lima rumpun rekomendasi tersebut terkait dengan kesetaran gender; penguatan kerangka hukum dan kelembagaan; Kelompok rentan dan minoritas; Ruang sipil; serta Penguatan dan kerja sama dengan instrumen HAM internasional.
Lebih lanjut, dari 5 rumpun tersebut terdapat 269 detil rekomendasi detil yang perlu untuk direspon oleh Pemerintah Indonesia. Adapun respon pemerintah Indonesia terbagi dalam 3 jenis, yaitu “support” sebagai penanda bahwa Pemerintah Indonesia setuju untuk menindaklajuti rekomendasi tersebut, “partial acceptance” sebagai pernyataan menerima Sebagian, serta “take note” sebagai penanda bahwa Indonesia telah mencatat rekomendasi dimaksud, namun belum akan menjadi prioritas untuk segera ditindaklanjuti.
Habib juga menyampaikan bahwa sebagai kerangka umum, beberapa landasan yang dijadikan kerangka berpikir dalam merespon rekomendasi UPR adalah keharusan untuk selaras dengan Konstitusi, UU dan kebijakan pemerintah; Konstekstual terhadap kondisi Indonesia; termasuk dalam priorotas pembangunan negara; serta posisi Indonesia pada UPR ke-3 tahun 2017.
Menanggapi pemaparan tersebut, Plt. Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Heru Setiawan menegaskan bahwa pada intinya, MK akan selalu dalam posisi untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Bagi kami, menjaga konstitusi adalah landasan penting dari penegakkan HAM di Indonesia, serta perlu dipahami betul-betul bahwa negara kita menganut Hak Asasi Manusia yang partikular, yang disesuikan dengan kekhususan masyarakat dan bangsa Indonesia,” tegasnya.
Dalam sesi diskusi, Plt. Sekretaris Jenderal MKRI yang didampingi oleh Sri Handayani (Kepala Bagian Sekretariat Tetap AACC dan KSLN) dan Immanuel Hutasoit (Kepala Sub Bagian Kerjasama Luar Negeri) juga menyampaikan beberapa penekanan tentang tema hukuman mati. Delegasi MKRI menyampaikan bahwa dalam Putusan MK Nomor 2-3/PUU-V/2007 telah dijelaskan posisi MK tentang penerapan pidana mati yang dinilai konstitusional khususnya bagi kejahatan yang dianggap serius seperti pembunuhan berencana, kejahatan genosida, kejahatan kemanusiaan dan pengedaran narkotika. Namun perlu juga dicatat bahwa penerapan hukuman mati harus juga tetap memperhatikan beberapa hal sebagaimana dijelaskan dalam putusan MK dimaksud.
Menutup pertemuan, Achsanul Habib menyatakan bahwa kesepakatan rapat pada pagi hari ini akan kepada Sekretariat PBB (Persekutuan Bangsa-Bangsa) melalui Perwakilan Tetap Republik Indonesia di Jenewa, Swiss. (*)
Penulis: NL
Editor: Lulu Anjarsari P.