BLITAR, HUMAS MK - Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjadi narasumber Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) kerja sama Fakultas Hukum Universitas Islam Balitar dengan Peradi Blitar. PKPA Angkatan ke-II ini digelar selama dua hari yaitu pada Jum’at (13/1/2023) dan Sabtu (14/1/2023) secara luring di Gedung Fakultas Hukum Universitas Islam Balitar, Blitar, Jawa Timur.
Pada pertemuan hari pertama, Enny membahas materi berjudul “Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Pengujian Undang-Undang”. Ia mengatakan bahwa sejarah pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak terlepas dari agenda reformasi melalui perubahan UUD 1945 dalam empat tahap. Pada perubahan ketiga UUD 1945, dirumuskanlah Pasal 24C yang memuat ketentuan tentang MK.
Kewenangan MK ini diejawantahkan dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yakni menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan pemilihan umum. Selain itu, dalam perkembangannya MK juga mendapatkan kewenangan tambahan untuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah yang saat ini telah secara permanen menjadi kewenangan MK.
Enny juga menerangkan aspek-aspek umum dalam hukum acara pengujian UU di MK, yaitu dimulai dengan penjelasan mengenai perbedaan antara pengujian materiil dan formil.
“Pengujian secara formil adalah pengujian yang berkaitan dengan proses/tata cara pembentukan UU. Sedangkan pengujian materiil UU adalah berkenaan dengan substansi UU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945,” terang Enny.
Enny lebih lanjut menjelaskan, terkait siapa yang memiliki kedudukan hukum dalam perkara PUU dan syarat kerugian konstitusional, antara lain hak-hak konstitusional Pemohon yang dirugikan oleh berlakunya UU, kerugian konstitusionalnya bersifat spesifik, aktual, atau potensial. Selain itu, harus ada korelasi, hubungan sebab akibat antara hak konstitusional yang dijamin oleh UUD 1945 dengan berlakunya UU yang diajukan pengujian.
Mengenai sistematika permohonan, ungkap Enny, terdiri atas identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum, posita, dan petitum. Pengajuan permohonan untuk berperkara ke MK dapat dilakukan secara langsung ke Gedung MK atau secara online melalui aplikasi Simpel.
Selanjutnya, pada pertemuan hari ke-dua, Enny membahas materi tentang “Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilu dan Pilkada”. Dalam sesi ini, Enny menjelaskan terkait dengan desain Pemilu Serentak 2024.
“Berdasarkan Putusan MK Nomor 67/PUU-XIX/2021, desain pemilihan umum serentak secara nasional yang dipilih oleh pembentuk Undang-Undang pada tahun 2024 adalah pemilu serentak dalam 2 (dua) tahap, yaitu: (i) pemilihan umum serentak untuk memilih Anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan Anggota DPRD; dan (ii) beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pilkada serentak secara nasional,” terang Enny.
Berikutnya, Enny menyinggung tenggang waktu pengajuan permohonan, terhadap permohonan PHPU Presiden dan Wakil Presiden, permohonan diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari setelah penetapan perolehan suara hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden oleh Termohon. Kemudian untuk perkara PHPU Legislatif, permohonan diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilu anggota DPR dan DPRD secara nasional oleh Termohon. Sedangkan terhadap Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Derah, permohonan diajukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Selain itu, Enny juga menegaskan terkait dengan jangka waktu penanganan perkara. Terkait Perkara PHPU Presiden dan Wakil Presiden diputus Mahkamah dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak Permohonan dicatat dalam BRPK. Kemudian terkait PHPU Anggota legislatif, Perkara PHPU Anggota Legislatif diputus Mahkamah dalam waktu 30 hari kerja sejak Permohonan dicatat dalam BRPK. Sedangkan perselisihan hasil Pilkada, putusan dilaksanakan dalam tenggang waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam BRPK.(*)
Penulis: M Lutfi Chakim
Editor: Lulu Anjarsari P.