JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan Ketetapan Nomor 113/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), pada Selasa (20/12/2022). Permohonan diajukan oleh Merry, seorang Aktivis di Lampung Utara.
Ketetapan tersebut disampaikan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya di Ruang Sidang Pleno MK. “Mengabulkan penarikan kembali permohonan para Pemohon,” kata Anwar saat membacakan ketetapan atas Perkara Nomor 113/PUU-XX/2022.
Lebih lanjut Anwar mengatakan sesuai dengan ketentuan Pasal 34 UU MK, MK telah melakukan pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan tersebut melalui sidang panel pada 23 November 2022. Namun dalam sidang pemeriksaan perbaikan permohonan pada 7 Desember 2022, Pemohon prinsipal bersama dua kuasa hukumnya menyatakan mencabut atau menarik permohonan dengan alasan akan menunggu terlebih dahulu putusan kasasi dari Mahkamah Agung atas nama Pemohon prinsipal sebagai terdakwa yang diajukan oleh jaksa penuntut umum.
“Terhadap penarikan kembali permohonan Pemohon tersebut, Pasal 35 ayat (1) UU MK menyatakan Pemohon dapat menarik kembali permohonan sebelum atau selama pemeriksaan MK dilakukan. Dan Pasal 35 ayat (2) menyatakan bahwa penarikan kembali mengakibatkan permohonan a quo tidak dapat diajukan kembali,” jelas Anwar.
Alhasil, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 13 Desember 2022 telah menetapkan pencabutan atau penarikan kembali Perkara Nomor 113/PUU-XX/2022 adalah beralasan menurut hukum dan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo. Kemudian RPH memerintahkan Panitera MK untuk mencatat pencabutan atau penarikan kembali permohonan pemohon ke dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK).
Baca juga:
Aktivis Persoalkan Ambiguitas Ketentuan Eksploitasi Anak
Aktivis Cabut Permohonan Uji UU Perlindungan Anak
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 113/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian UUPA diajukan oleh Merry, seorang Aktivis di Lampung Utara. Merry (Pemohon) mengujikan Pasal 76H UUPA yang menyatakan, “Setiap Orang dilarang merekrut atau memperalat Anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan Anak tanpa perlindungan jiwa.”
Dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK pada Rabu (23/11/2022), kuasa hukum Pemohon, Gunawan Pharikesit, mengatakan bahwa Pemohon merasa dirugikan atas pembentukan UUPA yang tidak tegas dan tidak jelas (lex certa dan lex stricta) karena kalimat dan/atau lainnya dalam pasal tersebut sangatlah multitafsir. Hal ini mengakibatkan hak Pemohon untuk beraktual mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya menjadi dirugikan dan tidak dipenuhinya hak-hak personal, pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Berlakunya ketentuan Pasal 76H UUPA menyebabkan Pemohon sebagai pihak yang pernah disangkakan (Polres Lampung Utara). Pemohon juga didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Utara, di Pengadilan Negeri (PN) Kotabumi Lampung Utara dengan Pasal 76H UUPA.
“Pasal 76 H UU 35/2014 frasa “dan/atau lainnya” Bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3), 28D ayat (1), 28F UUD 1945,” ujar Gunawan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Pemohon dalam petitumnya memohon MK agar mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya serta menyatakan Frasa “….dan/atau lainnya….” pada Pasal 76H UUPA bertentangan dengan UUD 1945.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.