CISARUA, HUMAS MKRI - Panitera Muda II Mahkamah Konstitusi (MK), Ida Ria Tambunan memberikan materi dalam kegiatan Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara (PPHKWN) bagi Akademisi. Kegiatan ini digelar di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi, Cisarua, Bogor, Jum’at (16/12). Ida menjelaskan tentang asal muasal MK berdiri, kewenangan dan kewajiban MK, tata cara mengajukan permohonan, hingga mengungkapkan jumlah dan rincian perkara yang masuk ke MK sejak 2003 hingga 2022.
“Prinsip Konstitusionalisme adalah suatu konsep atau gagasan yang berpendapat bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi, agar penyelenggaraan negara tidak sewenang-wenang atau otoriter. Konstitusionalisme juga menganggap suatu undang-undang dasar atau konstitusi adalah jaminan untuk melindungi rakyat dari perilaku semena-mena pemerintah.” Ujar Ida yang menyampaikan materi berjudul “Kewenangan dan Perkembangan Mahkamah Konstitusi di Indonesia.”
Ida mengungkapkan, perkembangan gagasan pembentukan MKRI dimulai pada tahun 1945 dalam sidang BPUPKI yang digagas oleh Mohammad Yamin dan Supomo, hingga perubahan UUD 1945 pada 1999, 2000, 2001 dan 2002. Sejarah berdirinya lembaga MK diawali dengan diadopsinya ide MK (constitutional court) dalam amendemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B UUD 1945 hasil Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 November 2001. Ide pembentukan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul di abad ke-20.
Ida juga mengatakan, kedudukan lembaga negara setelah perubahan UUD 1945 adalah sejajar atau setara, namun berbeda fungsinya. Oleh karenanya saat ini sudah tidak ada lembaga tinggi atau tertinggi di Indonesia.
Berikutnya Ida menjelaskan kewenangan dan kewajiban MK. Kemudian menguraikan tentang tata cara pengajuan permohonan pengujian UU ke MK. Pengajuan permohonan tersebut dapat dilakukan secara daring (online) ataupun langsung mendatangi kantor MK (luring).
Terakhir, Ida memaparkan jumlah perkara yang masuk dan sudah diselesaikan oleh MK. Adapun rinciannya, sebanyak 1596 perkara pengujian UU, 29 perkara SKLN, 676 perkara perselisihan hasil pemilihan umum, serta 1136 perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah.
“Jumlah total perkara keseluruhan yang masuk ke dalam MK ada sekitar 3437 perkara dari tahun 2003 hingga 2022. Nah, pada 2024 mendatang MK akan menggelar sidang terkait dengan pemilihan umum serentak. Oleh sebab itu, saya mohon doakan kami agar selalu sehat dan mampu menyelesaikan semuanya dengan baik dan tepat waktu.” Jelas Ida di hadapan para akademisi.
Penulis: Panji Erawan.
Editor: Nur R.