PALEMBANG, HUMAS MKRI - Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/PUU-XIX/2021, desain pemilihan umum (pemilu) serentak secara nasional yang dipilih oleh pembentuk undang-undang pada 2024 mendatang adalah pemilu serentak dalam dua tahap. Tahap pertama yaitu pemilu serentak untuk memilih Anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan Anggota DPRD. Tahap kedua, pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak secara nasional. Adanya sinkronisasi waktu penyelenggaraan, baik pemungutan suara maupun pelantikan pasangan calon terpilih diharapkan tercipta efektivitas dan efisiensi kebijakan pembangunan antara daerah dan pusat.
Demikian kalimat pemantik diskusi yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam Kuliah Umum yang diselenggarakan Universitas Islam Negeri Raden Fatah pada Jumat (16/12/2022) di Palembang. Dalam paparan berjudul “Urgensi dan Tantangan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024” ini, Enny mengajak para peserta untuk bersiap menghadapi pesta demokrasi serentak pada 2024 mendatang.
“Keserentakan kepemiluan nasional ini nanti ujungnya adalah Pilkada 2024, dan penyelesaiannya dapat saja hingga 2025, dan apabila ada PSU maka penyelesaiannya pun akan mundur dan lebih lama. Namun ada ketentuan hukum yang kemudian dapat disimpangi oleh MK untuk menyelesaikan perkara yang diajukan nantinya. Bagaimana kemudian nanti MK dan kita bersama dapat mewujudkan kehidupan berdemokrasi yang berkeadilan,” sampai Enny dalam kegiatan yang turut dihadiri oleh Rektor UIN Raden Fatah Palembang Nyayu Khodijah, Dekan pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang Marsaid, dan Wakil Dekan I Fakultas Syariah dan Hukum UIN Raden Fatah Palembang M. Tarik secara luring serta Kepala Prodi Magister Hukum Tata Negara Yazwardi.
Penyelesaian Sengketa Pemilu dan Pilkada
Berbicara urgensi dan tantangan menghadapi pemilu dan pilkada, Enny mengatakan hal demikian tak dapat dipisahkan dari penyelesaian akhir dari sengketanya di MK. Sejatinya, sebelum sebuah perkara perselisihan hasil pemilu ataupun pilkada sampai ke meja hakim konstitusi, para pihak yang berperkara dapat mengajukan upaya hukum secara berjenjang. Misalnya saja untuk pelanggaran administrasi dan proses pemilu dapat diselesaikan oleh KPU/Bawaslu. Dalam hal ini, para peserta pemilu melalui wakil-wakilnya di TPS dapat menyerahkan bukti-bukti pendukung yang dapat diajukan sebagai alat bukti penyelesaian sengketa. Jika terjadi sengketa Tata Usaha Negara pada masa pemilihan atau persoalan tindak pidana maka dapat diselesaikan di PTUN dan Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Kemudian jika berkaitan dengan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu, maka dapat dituntaskan di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Sedangkan jika berhubungan dengan perselisihan hasil pemilu atau pilkada menyoal perolehan suara dan hal-hal yang tak dapat diselesaikan pada tingkatan lembaga tersebut, barulah peserta pemilihan mengajukan permohonan ke MK.
Dalam penyelesaian perkara pemilu ataupun pilkada, Enny menyatakan MK dibatasi oleh norma yang menyebutkan dalam permohonan perkara pemilihan presiden permohonan dapat diajukan ke MK 3 hari setelah rekapitulasi penghitungan suara dan dengan batas waktu penyelesaian 14 hari. Sementara untuk pemilihan anggota legislatif, permohonan dapat diakukan 3x24 jam dari usai rekapitulasi penghitungan suara dengan waktu penyelesaian perkara di MK selama 30 hari. Sedangkan untuk pemilihan kepala daerah, dapat diajukan ke MK 3 hari sejak diumumkan perolehan hasil suara dengan masa penyelesaian 45 hari di MK.
Selanjutnya Enny mengulas secara runut mengenai bagaimana proses dan jalannya persidangan perselisihan hasil pemilu dan pilkada di MK yang benar-benar membuat hakim dan semua jajaran di MK harus benar-benar bersiap. Tak hanya fisik dan mental, MK pun harus bersiap dengan hukum acara dalam berperkara yang harus disosialisasikan pada masyarakat pencari keadilan. Untuk itu, di penghujung paparan Enny berharap semua pihak dapat sama-sama belajar memahami peran dari masing-masing penyelenggara pemilihan. Dengan demikian, pemilu dan pilkada yang demokratis dan mampu menyejahterakan masyarakat dapat terwujud dengan sempurna.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.