JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kunjungan studi tiru dari Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Badung pada Selasa (13/12/2022). Rombongan yang dipimpin I Gede Wijaya selaku Kepala BKPSDM dengan sembilan pejabat lainnya disambut dengan baik oleh Plt. Kepala Bagian SDM MK Andi Hakim di Ruang Rapat lt. 11 Gedung MK.
Studi tiru merupakan konsep belajar yang dilakukan pada suatu institusi yang dianggap lebih kompeten dalam suatu hal. Studi tiru dimaksudkan sebagai sarana peningkatan mutu, perluasan usaha, perbaikan sistem, penentuan kebijakan baru, perbaikan dan peraturan perundangan.
I Gede Wijaya mengatakan kunjungan dilakukan dalam rangka meningkatkan dan menambah wawasan terkait manajemen talenta yang telah diterapkan MK dalam kinerja lembaga negara. Selain itu, kunjungan ini dilakukan untuk kian mempererat silaturahmi antarlembaga pemerintahan yang harus membangun sinergi untuk kemajuan negara.
Diakui oleh Wijaya bahwa BKPSDM Kabupaten Badung mulai menerapkan manajemen talenta secara intensif setelah ditetapkannya Peraturan Bupati Badung Nomor 62 Tahun 2021 tentang Sistem Merit dalam Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Dalam penerapan sistem ini, setelah dilakukan evaluasi pada 2021 lalu BKPSDM Kabupaten Badung mendapatkan penilaian baik. Barulah pada 8 Desember 2022 lalu mendapatkan Predikat Sangat Baik, namun nilai yang didapatkan masih belum sepenuhnya sesuai target lembaga.
“Maka kami ke sini untuk belajar lagi tentang hal ini dan kami ke sini atas arahan dari Komisi Aparatur Sipil Negara yang telah mendapatkan dan menerapkan sistem merit dengan sudah sangat baik sekali. Di Badung, penerapan sistem ini diintegrasikan dengan sistem informasi kepegawaian yang sangat sederhana. Oleh karena itu, kami ingin mendapatkan ilmu bagaimana pengembangannya hingga bisa lebih baik lagi,” kata Wijaya dalam kegiatan yang juga dihadiri oleh Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi MK Sigit Purnomo, Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara dan Pengelolaan Perpustakaan Kurniasih Panti Rahayu secara daring.
Sigit Purnomo dalam sambutannya menyebutkan Manajemen Talenta (MT) yang ada di MK merupakan suatu bentuk upaya dalam penerapan sistem merit guna mendukung pengembangan karier yang transparan dan akuntabel bagi seluruh pegawai MK. Penerapan sistem ini, kata Sigit, merupakan bagian dari e-office yang diawali dengan pengenalan Sistem Informasi Kearsipan Dinamis (SIKD) yang didapatkan dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).
“Setelah mendapatkan dari ANRI, maka MK melakukan pengembangan dengan menyesuaikan kebutuhan lembaga. Dalam SIKD tersebut terdapat Simantap yang dirancang guna memotivasi pegawai bahwa ASN yang ada di MK akan menempati jabatan sesuai dengan kompetensinya yang dinilai secara objektif, terbuka, dan akuntabel,” jelas Sigit.
Bermula dari Sistem Teknologi Informasi
Sementara itu Andi Hakim dalam penjelasan mengenai MT menyebutkan MK memulainya dari sistem teknologi informasi sehingga lebih mendasarkan pada kebutuhan dasar yang benar-benar dibutuhkan instansi. Berbeda halnya dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang ada, MK tidak memulai membangun sistem MT dengan regulasi berupa Peraturan Sekretaris Jenderal. MK memilih dengan membuat format MT yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing unit kerja. Hal satu-satunya yang menjadi acuan MK dalam pengembangan MT adalah Permenpan RB Nomor 3 Tahun 2020.
Suksesnya penerapan MT di sebuah lembaga menurut Hakim harus pula didukung oleh pejabat yang ada pada lembaga yang bersangkutan dan pengembangannya pun harus murni menggunakan sistem teknologi informasi. Sebagai ilustrasi Hakim mengulas tentang SIKD yang menjadi gerbang awal dalam meneropong tanggung jawab kerja masing-masing pegawai di MK. Melalui sistem ini, masing-masing pegawai dapat melihat jabaran pekerjaan yang telah dan belum diselesaikannya serta berbagai kegiatan lainnya yang mendukung kinerja pegawai. Sebab, SIKD menyajikan respons waktu yang riil dari kecepatan respons pegawai. Bahkan, kata Hakim, saat pemberlakuan sistem kerja dari rumah (work from home, WFH), setiap pegawai tetap dapat melakukan pekerjaan dengan koordinasi yang baik dengan hadirnya sistem ini.
“Bisa dikatakan SIKD ini semacam e-office yang menjadi nonstop working system. Sehingga hal ini kemudian menstimulus pegawai untuk incharge dengan pekerjaan tanpa paksaan. Selain kinerja individu, pada SIKD ini juga akan terlihat nilai dari unit kerja masing-masing pegawai dan kemudian Sekretaris Jenderal MK menciptakan SIKD Award yang diberikan setiap bulan untuk unit kerja yang mendapatkan nilai tertinggi untuk respons tercepat atas koordinasi kerjanya,” jelas Hakim.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.