Presiden Setuju Ide Amandemen UUD
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengakui konstitusi yang mengatur kehidupan kenegaraan saat ini masih sangat kaku. Akibatnya, setiap kebijakan yang diambil pemerintah selalu berbenturan dengan kepentingan legislatif.
"Tadi dalam pembicaraan, Bapak Presiden mengeluh seperti kaki dan tangannya terikat karena kebijakan-kebijakan tidak semua terlaksana," ujar Wakil Ketua Lembaga Kajian Konstitusi (LKK) Albert Hasibuan setelah bertemu dengan Presiden SBY di Kantor Presiden, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, kemarin (21/4).
LKK semula adalah Komisi Konstitusi yang dibentuk MPR dan bertugas mengkaji secara komprehensif Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Saat menemui tim LKK, Presiden SBY didampingi Menko Polhukam Widodo A.S. dan Seskab Sudi Silalahi. Selain Sri Soemantri (ketua) dan Albert Hasibuan, personel LKK yang hadir adalah Moch. Isnaeni Ramadhan (sekretaris), Hasudungan Tampubolon (anggota), Hasyim Djalal (anggota), dan Krishna Harahap (anggota).
Dalam pertemuan tersebut, LKK merekomendasikan amandemen kelima atas UUD 1945 kepada Presiden SBY. LKK menilai sejumlah ketentuan dalam UUD hasil amandemen keempat sangat ambigu sehingga mengakibatkan multiinterpretasi. Kakunya struktur konstitusi berakibat tidak adanya keseimbangan antarlembaga tinggi negara, terutama antara lembaga legislatif dan eksekutif. "Kami menilai UUD hasil amandemen keempat masih banyak kelemahan sehingga wajib diperbarui dan dikoreksi," katanya.
Ketua LKK Profesor Sri Soemantri mengatakan, LKK telah mengkaji secara mendalam UUD 1945 hasil amandemen keempat yang dilakukan MPR. "Kesimpulan yang kami tarik adalah perlu adanya perubahan UUD yang kelima," ujarnya.
Menurut dia, UUD adalah peraturan dasar yang berlaku bagi sebuah negara untuk jangka waktu panjang. UUD berisi berbagai kepentingan politik bangsa jangka panjang dan tidak berisi kepentingan jangka pendek.(noe/el)
Sumber www.jawapos.com
Foto www.google.co.id