ALJAZAIR, HUMAS MKRI – Dalam rangka menghadiri peringatan hari jadi yang pertama MK Aljazair, Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh menjadi salah satu pembicara dalam simposium internasional yang bertajuk “The Rights of the Citizen to Access Constitutional Justice in the light of Comparative Systems” di Palace of Nations, Aljazair, pada Selasa (6/12/2022). Simposium ini dihadiri oleh Penasihat Presiden Republik Demokratik Rakyat Aljazair, perdana menteri, pejabat pemerintahan, petinggi militer, duta besar, dan ratusan peserta.
Dalam sambutannya, Ketua MK Aljazair Omar Belhadj menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiran para tamu kehormatan. Selain itu, ia juga melaporkan pelaksanaan tugas yudisial dan menyinggung keikutsertaan MK Aljazair dalam berbagai forum internasional seperti Kongres Kelima World Conference on Constitutional Justice (WCCJ) di Bali pada 4 – 7 Oktober 2022 silam, dan Kongres Pertama Conference of Constitutional Jurisdictions of OIC Member States (CCJ-OIC) di Istanbul pada akhir Desember 2022 mendatang.
Sementara itu, Daniel mengawali paparan makalahnya dengan menjelaskan sejarah pembentukan MK Indonesia. “Gagasan pengujian undang-undang di Indonesia sudah muncul sejak masa sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) pada 1945, lalu kembali mengemuka dalam proses amendemen UUD 1945 yang pada akhirnya melahirkan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Daniel menjelaskan kewenangan MK Indonesia berdasarkan Pasal 24C ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 serta perkembangan kewenangannya untuk menguji peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) dan mengadili sengketa hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada). Oleh karena itu, menurutnya, MK menjalankan fungsi untuk mengawal dan menafsirkan undang-undang dasar, mengawal demokrasi, melindungi hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara, dan mengawal Pancasila yang merupakan ideologi negara sekaligus jati diri bangsa Indonesia.
Berkenaan dengan tema simposium, Daniel menerangkan bahwa salah satu pihak yang dapat mengajukan permohonan pengujian undang-undang adalah perorangan warga negara Indonesia, termasuk kelompok orang yang mempunyai kepentingan yang sama. Bahkan tidak sedikit permohonan yang diajukan oleh perorangan warga negara Indonesia yang dikabulkan oleh MK. “Permohonan dapat diajukan secara daring dan beracara di MK tidak dipungut biaya, sehingga sangat memudahkan para pemohon,” ungkap hakim konstitusi yang menjabat sejak 7 Januari 2020 ini.
Lima Putusan Monumental
Dari berbagai putusan monumental yang telah dihasilkan oleh MK sejak berdiri pada 2003, Daniel menguraikan lima putusan landmark dalam simposium tersebut. Kelima putusan dimaksud tidak hanya meliputi perkara pengujian undang-undang, melainkan juga perkara perselisihan hasil pemilu yang dinilai memuat prinsip hukum baru dan memberi solusi konstitusional bagi stagnasi praktik ketatanegaraan. Sesuai urutan berdasarkan tahun perkara diregistrasi, Daniel memaparkan secara singkat substansi Putusan Nomor 47-81/PHPU.A-VIII/2009 terkait legitimasi sistem “noken” dalam pemilu, Putusan Nomor 46/PUU-VIII/2010 tentang tanggung jawab ayah biologis bagi anak yang dilahirkan di luar perkawinan, dan Putusan Nomor 20/PUU-XVII/2019 mengenai penggunaan hak pilih bermodalkan surat keterangan perekaman kartu tanda penduduk elektronik.
Selanjutnya, pria yang menekuni kajian Perpu dan ilmu hukum tata negara darurat ini menerangkan putusan MK perihal syarat keikutsertaan mantan terpidana dan syarat kewarganegaraan bagi calon peserta pemilihan yang tertuang dalam Putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019 dan Putusan Nomor 135/PHP.BUP-XIX/2021. “Kelima putusan ini menunjukkan betapa pentingnya peran MK dalam mengawal UUD 1945 dan melindungi hak-hak konstitusional warga negara Indonesia menuju terwujudnya negara hukum yang demokratis,” tandas Daniel.
Pada kesempatan terpisah, meskipun berhalangan hadir dalam acara pembukaan simposium, seluruh ketua delegasi MK berbagai negara diterima secara langsung oleh Presiden Republik Demokratik Rakyat Aljazair Abdelmadjid Tebboune di Istana Kepresidenan. Pertemuan berlangsung singkat dan terbatas serta seluruh ketua delegasi diwajibkan mengikuti tes PCR terlebih dahulu.(*)
Penulis: Alboin/R.A Indah Apriyanti
Editor: Lulu Anjarsari P.