JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian formiil dan materiil Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) pada Rabu (7/12/2022). Permohonan yang teregistrasi Nomor 113/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Merry yang merupakan seorang Aktivis di Lampung Utara.
Sedianya, sidang hari ini beragendakan Pemeriksaan Perbaikan Permohonan. Namun ternyata Pemohon melakukan pencabutan permohonan. Hal tersebut terungkap dalam persidangan saat Hakim Konstitusi Suhartoyo mengonfirmasi kepada Gunawan Pharikesit selaku kuasa hukum Pemohon. Suhartoyo menyebutkan, pada persidangan sebelumnya panel hakim telah menasihati Pemohon untuk menunggu kasus konkret yang dialaminya inkracht. Suhartoyo menjelaskan, kerugian konstitusional tidak dapat dilepaskan dari keadilan yang didapatkan di peradilan umum kasus Pemohon.
“Kemarin juga sempat terucap, kalau tidak salah, akan mempertimbangkan untuk menarik (permohonan). Nah oleh karena itu, kami minta penegasan bahwa untuk permohonan ini akan ditarik dan boleh diajukan setelah Bapak menunggu putusan inkracht dari perkara konkret di PN Kotabumi itu,” kata Suhartoyo.
Menanggapi hal tersebut, Gunawan Pharakesit menegaskan mencabut permohonan. “Sebagai kuasa hukum Ibu Merry, menyatakan untuk menarik permohonan uji formil dan materiil kami bernomor 113/PUU-XX/2022 ini, dengan pertimbangan kami mengikuti saran dari Majelis Hakim karena prinsipal kami saat ini sedang menghadapi kasasi dari penuntut umum atas putusan di pengadilan Kotabumi. Untuk tertulis InsyaAllah kami akan menyusul,” terang Gunawan.
Baca juga:
Aktivis Persoalkan Ambiguitas Ketentuan Eksploitasi Anak
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 113/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian UUPA diajukan oleh Merry, seorang Aktivis di Lampung Utara. Merry (Pemohon) mengujikan Pasal 76H UUPA yang menyatakan, “Setiap Orang dilarang merekrut atau memperalat Anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan Anak tanpa perlindungan jiwa.”
Dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK pada Rabu (23/11/2022), kuasa hukum Pemohon, Gunawan Pharikesit, mengatakan bahwa Pemohon merasa dirugikan atas pembentukan UUPA yang tidak tegas dan tidak jelas (lex certa dan lex stricta) karena kalimat dan/atau lainnya dalam pasal tersebut sangatlah multitafsir. Hal ini mengakibatkan hak Pemohon untuk beraktual mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya menjadi dirugikan dan tidak dipenuhinya hak-hak personal, pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Berlakunya ketentuan Pasal 76H UUPA menyebabkan Pemohon sebagai pihak yang pernah disangkakan (Polres Lampung Utara). Pemohon juga didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Utara, di Pengadilan Negeri (PN) Kotabumi Lampung Utara dengan Pasal 76H UUPA.
“Pasal 76 H UU 35/2014 frasa “dan/atau lainnya” Bertentangan dengan Pasal 28E ayat (3), 28D ayat (1), 28F UUD 1945,” ujar Gunawan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Pemohon dalam petitumnya memohon MK agar mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya serta menyatakan menyatakan Frasa “….dan/atau lainnya….” pada Pasal 76H UUPA bertentangan dengan UUD 1945.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.