MONGOLIA, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Manahan Sitompul memberikan kuliah umum seputar perlindungan hak konstitusional warga di Law School of National University of Mongolia (NUM), Ulaanbataar, Mongolia pada Selasa (29/11/2022). Manahan disambut oleh Dekan School of Law of the National University of Mongolia Amarsanaa Batbold dan Direktur of the Institute of Constitutional Law Mongolia Munkhsaikhan Odonkhuu.
Dalam sambutannya, Amarsanaa sangat antusias dengan hadirnya Hakim Konstitusi Republik Indonesia di kampus terbesar di Mongolia. “Civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Mongolia merupakan kampus pertama yang dihadiri oleh hakim konstitusi dari Indonesia dan ini menjadi kesempatan yang sangat baik bagi mahasiswa unntuk memahami dengan peran MKRI di Indonesia dalam skala nasional dan global,” ungkapnya. Selanjutnya, Munkhsaikhan Odonkhuu juga menyampaikan bahwa selama ini banyak mempelajari tentang MKRI khususnya kiprahnya di forum internasional seperti AACC.
Mengawali pembahasannya, Manahan menjelaskan perihal lahirnya MKRI dan kewenangannya berdasarkan UUD 1945. “Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia lahir pascareformasi tahun 1998 sebagai pengawal konstitusi dan juga melindungi hak-hak konstitusional warga negara,” ungkapnya.
Lebih lanjut Manahan membahas bagaimana perkembangan demokrasi dan penafsiran MKRI terkait hak-hak asasi manusia. “MK menegakkan hak-hak asasi manusia dan melindungi hak-hak konstitusional warga negara melalui putusan-putusannya yang mengubah sistem hukum dan ketatanegaraan,” tambahnya.
Kuliah umum yang berlangsung sekitar satu jam tersebut diikuti oleh sekitar delapan puluh mahasiswa yang mengajukan pertanyaan kritis seputar perkembangan hukum di tanah air dan juga mengenai Mahkamah Konstitusi. Manahan menegaskan bahwa putusan-putusan MKRI khususnya dalam pengujian undang-undang senantiasa berupaya menjamin perlindungan hak-hak konstitusional warga negara. “Perlindungan hak-hak asasi manusia termasuk perlindungan hak-hak konstitusional menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari amanat Pasal 24C Ayat (1) dan Ayat (2) UUD 1945,” tegasnya.
Tanya jawab dan Dialog Konstitusi
Dalam sesi tanya jawab sejumlah mahasiswa berdialog seputar judicial review terhadap peraturan di bawah undang-undang di Indonesia, perkembangan otonomi daerah, pengujian formil dan materiil serta perselisihan hasil pemilu. Secara garis besar, Manahan kemudian menjelaskan relasi antara MK dengan MA dalam sistem kekuasaan kehakiman serta perkara pengujian formil dan materiil undang-undang dan hal ihwal Perselisihan Hasil Pemilu.
“MKRI dalam memeriksa dan memutus perkara konstitusi tetap mengedepankan pemenuhan atas jaminan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perlindungan hak asasi manusia,” ungkap alumnus USU ini.
Setelah memberikan kuliah umum, Amarsanaa Batbold dan Munkhsaikhan Odonkhuu melanjutkan dialog dengan hakim konstitusi Manahan Sitompul mengenai problematika yang dihadapi MKRI dalam menjalankan kewenangannya. Manahan menyampaikan bahwa di Indonesia terdapat dualisme judicial review di MA dan MK sehingga terkadang muncul perbedaan penafsiran antara dua lembaga itu. “Dualisme judicial review sangat potensial menjadi pemicu timbulnya duaslime penafsiran dari dua lembaga yang pelaku kekuasaan kehakiman,” paparnya.
Menyambung hal tersebut, Amarsanaa menyampaikan bahwa pasca amandemen konstitusi Mongolia perkara yang ditangani oleh MK Mongolia tidaklah terlalu banyak. “Setelah perubahan konstitusi di Mongolia, jumlah perkara yang diajukan tidak mengalami peningkatan, meskipun pengajuan judicial review dapat diajukan oleh pihak manapun tanpa menerapkan doktrin kerugian konstitusional,” ungkap alumnus Nagoya University ini.
Amarsana juga menanyakan soal penerapan constitutional complaint di Indonesia, apakah MKRI memiliki kewenangan tersebut. Manahan menjawab bahwa MKRI tidak memiliki kewenangan constitutional complaint, namun dalam perkara-pekara yang diajukan substansinya adalah pengaduan konstitusional.
“UUD 1945 memang tidak memberikan kewenangan MK terkait constitutional complaint akan tetapi dalam praktiknya banyak permohonan esensinya adalah pengaduan konstitusional, dimana para pencari keadilan telah menempuh semua jalur hukum namun semua kandas dan berharap mendapatkan keadilan di MK, dalam beberapa putusan, MK mengabulkan,” jelasnya. Dialog akhirnya ditutup dengan ramah tamah bertukar cinderamata, Hakim Manahan juga menyerahkan Jurnal Internasional Constitutional Review terbitan MK yang sudah terindeks Scopus. (*)
Penulis: M. Mahrus Ali
Editor: Lulu Anjarsari P.