JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya pengujian materiil Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) terhadap UUD 1945 pada Rabu (30/11/2022). Sidang Pengucapan Putusan atas perkara yang teregistrasi Nomor 61/PUU-XX/2022 ini dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi hakim konstitusi lainnya. “Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” ucap Anwar membacakan Amar Putusan.
Terhadap perkara yang diajukan oleh Octolin H Hutagalung, Muhammad Nuzul Wibawa, Imran Nating, dkk ini, Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam pertimbangan hukum Mahkamah menyatakan pendampingan saksi oleh penasihat hukum (advokat) dalam pemeriksaan perkara pidana menjadi sesuatu yang penting untuk diatur. Akan tetapi materi yang dimaksud tidak tepat dimuat dalam Pasal 54 KUHAP. Sebab norma tersebut khusus mengatur mengenai bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa. “Oleh karena itu, Mahkamah berpendapat ketentuan Pasal 54 KUHAP tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan tidak pula bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” ucap Suhartoyo.
Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah juga menyebutkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya intimidasi dan tindakan sewenang-wenang yang dapat melanggar hak asasi saksi dan karenanya berpengaruh pada tidak tercapainya tujuan peradilan pidana yaitu memeroleh kebenaran materiil maka ketentuan mengenai saksi dan pendampingan saksi harus diatur dalam bab atau subbab tersendiri dalam KUHAP. Terkait dengan hal tersebut, DPR dalam keterangannya yang disampaikan dalam persidangan menyatakan bahwa revisi KUHAP telah masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2020-2024 Nomor Urut 294.
“Sehingga demi memberikan jaminan perlindungan dan kepastian hukum bagi saksi, pembentuk undang-undang dalam melakukan revisi KUHAP penting untuk memasukkan materi mengenai tatacara pemeriksaan saksi dan bantuan hukum atau pendampingan bagi saksi dalam satu bab atau subbab tersendiri,” jelas Suhartoyo.
Hak Asasi Saksi
Terkait bantuan hukum ataupun pendampingan bagi saksi yang menurut para Pemohon belum terakomodir dalam KUHAP, Mahkamah menegaskan bahwa KUHAP hanya salah satu implementasi dari penegakan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai ketentuan konstitusional dalam UUD 1945, sehingga baik tersangka atau terdakwa maupun saksi seharusnya mendapatkan hak perlindungan hukum yang sama sesuai sifat dan kedudukannya masing-masing. Terlebih lagi terhadap kedudukan saksi sebagai pihak yang berpotensi menjadi tersangka, maka dalam pemeriksaan harus menerapkan asas praduga tidak bersalah dan asas persamaan di hadapan hukum. Dengan adanya asas-asas tersebut, pemeriksaan saksi harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang semestinya dan tanpa adanya pelanggaran terhadap hak asasi saksi.
“Oleh karenanya perlindungan terhadap saksi dalam ranah perlindungan hak asasi manusia tidak hanya dilakukan oleh penasihat hukum (advokat), melainkan juga oleh penegak hukum lainnya sebagai representasi kepentingan umum dalam penegakan hukum pidana, termasuk penegak hukum yang melakukan pemeriksaan pada tahap penyidikan maupun penuntutan,” sebut Suhartoyo.
Baca juga:
Dianggap Halangi Profesi Advokat, KUHAP Diuji
Pandangan DPR, Polri dan KPK Soal Pendampingan Saksi Saat Pemeriksaan
KUHAP Jamin Hak Tersangka dan Terdakwa
Peradi: Advokat Punya Hak Mendampingi Saksi dalam Proses Pemeriksaan
Jamin Ginting: Bantuan Penasihat Hukum juga Diperlukan Saksi dan Terperiksa
Ahli Pemohon Jelaskan Peran Advokat dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia
Ahli PERADI Sebut Semua Pihak Harus Dapat Perlindungan yang Sama
Kode Etik Advokat
Berikutnya Mahkamah mencermati mengenai perlindungan hukum terhadap saksi, khususnya bantuan hukum oleh advokat yang semestinya tidak dapat disamakan dengan bantuan hukum yang dilakukan oleh advokat kepada tersangka atau terdakwa. Sebab saksi belum menjadi subjek hukum yang dapat dikenakan tindakan paksa yang dapat berakibat hukum perampasan kemerdekaan atau barang sebagaimana halnya tersangka atau terdakwa. Oleh karena itu, dengan adanya perbedaan maksud teraebut maka dalam memberikan keterangan pada tahap pemeriksaan saksi, seorang advokat dapat memberikan bantuan hukum kepada saksi, yang terbatas hanya berupa pendampingan terhadap saksi. Karena saksi berkewajiban untuk memberikan keterangan sesuai dengan fakta yang terjadi yang dilihat, dirasakan, dan dialaminya dalam keadaan bebas tanpa tekanan. Sehingga kehadiran advokat diperlukan untuk memastikan pemeriksaan yang dilakukan terhadap saksi tersebut dilaksanakan sesuai dengan prosedur.
Selain itu, advokat pun dapat pula memastikan tidak terjadi intimidasi dan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan penegak hukum yang dapat mengakibatkan terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak saksi saat memberikan keterangan. Dan dalam hal ini seorang advokat yang mendampingi saksi dalam proses pemeriksaan tidak boleh memengaruhi saksi dalam memberikan keterangan serta menjunjung tinggi integritas dan kode etik advokat sebagai bagian dari penegak hukum.
“Maka pendampingan saksi oleh advokat dalam pemeriksaan perkara pidana adalah sesuatu yang penting untuk diatur, namun materi dimaksud tidak tepat dimuat dalam Pasal 54 KUHAP. Karena Pasal 54 KUHAP khusus mengatur mengenai bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa. Oleh karena itu, ketentuan norma Pasal 54 KUHAP tidak menimbulkan ketidakpastian hukum dan tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sebagaimana didalilkan oleh para Pemohon. Dengan demikian, permohonan para Pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” ucap Suhartoyo.
Sebagai informasi, permohonan Nomor 61/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian materiil KUHAP ini diajukan oleh Octolin H Hutagalung dan sebelas Pemohon lainnya. Para Pemohon yang berprofesi sebagai advokat menguji Pasal 54 KUHAP yang berbunyi, “Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini”.
Para Pemohon beranggapan bahwa dalam proses perkara pidana, advokat sering dimintai jasa hukumnya untuk mendampingi seseorang, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor, terlapor, saksi, tersangka maupun terdakwa. Menurut para Pemohon, pemberlakuan Pasal 54 KUHAP telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi seorang advokat dalam menjalankan profesinya, mengingat tidak adanya ketentuan-ketentuan dalam KUHAP yang mengatur tentang hak seorang saksi dan terperiksa untuk mendapatkan bantuan hukum serta didampingi oleh penasihat hukum dalam memberikan keterangan di muka penyidik, baik di Kepolisian, Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Untuk itu, dalam Petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah menyatakan Pasal 54 KUHAP Konstitusional bersyarat berdasarkan sepanjang dimaknai termasuk Saksi dan Terperiksa.(*)
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: M. Halim