JAKARTA, HUMAS MKRI, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjadi pemateri Diskusi Publik Penyusunan Arah kebijakan Internalisasi dan Institusionalisasi Pancasila di Bidang Hukum, Advokasi, dan Pengawasan Regulasi. Kegiatan ini dilaksanakan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada Jumat (25/11/2022). Dalam kegiatan ini, Enny mengulas materi bertajuk “Internalisasi Pancasila dalam Putusan Mahkamah Konstitusi” secara luring dari Gedung The Tribrata Darmawangsa Jakarta.
Pada kesempatan ini Enny menjelaskan soal hierarki peraturan perundang-undangan. Adapun hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (Tap MPR), Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Daerah (Perda) Provinsi, dan Perda Kabupaten/Kota.
Selanjutnya, Enny menjelaskan kewenangan MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat untuk menguji UU terhadap UUD 1945. Selain itu, MK juga berwenang untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik (parpol), memutus perselisihan tentang hasil pemilu.
Berikutnya MK pun berkewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. Selain itu, sesuai Putusan Nomor 85/PUU-XX/2022, MK juga berwenang memutus Perselisihan Penetapan Perolehan Suara Tahap Akhir Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (PHP Kada).
“Melalui kewenangannya ini, Mahkamah Konstitusi telah banyak berkontribusi bagi kehidupan ketatanegaraan, perlindungan hak konstitusional warga negara, dan demokrasi konstitusional di Indonesia. Bahwa terhadap Putusan MK yang bersifat final dan mengikat itu pun dijadikan pula pedoman bagi pembentuk undang-undang dalam upaya pembentukan dan pembaruan hukum nasional. Sebab, Putusan MK itu memiliki nilai strategis karena mencerminkan tafsir otoritatif atas konstitusi, mengingat saat ini UUD 1945 pasca-perubahan tidak lagi memiliki penjelasan,” terang Enny dalam kegiatan yang dipandu moderator Kemas Akhmad Tajuddin, Deputi Bidang Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi BPIP.
Berikutnya Enny membahas tentang hak-hak konstitusional warga negara (HKWN) yang oleh MK dirangkum dalam 66 ikon hak konstitusional warga negara. Seluruh HKWN tersebut dikategorikan dalam 34 hak individual, 29 hak kolektif, dan 3 hak masyarakat rentan. Usai memberikan materi, Enny memberikan kesempatan bagi para peserta diskusi untuk mengajukan pertanyaan seputar MK dan konstitusi serta hak konstitusional warga negara.
Penulis: Sri Pujianti.
Editor: Nur R.