JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pada Selasa (22/11/2022). Sidang yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Daniel Yusmic P. Foekh ini digelar untuk dua perkara sekaligus, yakni Perkara Nomor 108/PUU-XX/2022 yang dimohonkan oleh Leonard Siahaan dan Perkara Nomor 110/PUU-XX/2022 yang dimohonkan oleh Dian Leonaro Benny.
Leonard dalam perkara Nomor 108/PUU-XX/2022 mendalilkan Pasal 1 ayat (4), Pasal 2 ayat (2), dan Pasal 19 UU PDP yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 1 ayat (4) UU PDP berbunyi, “Pengendali Data Pribadi adalah setiap orang, badan publik, dan organisasi internasional yang bertindak sendiri-sendiri atau bersama-sama dalam menentukan tujuan dan melakukan kendali pemrosesan Data Pribadi.” Pasal 2 ayat (2) UU PDP berbunyi, “Undang-Undang ini tidak berlaku untuk pemrosesan Data Pribadi oleh orang perseorangan dalam kegiatan pribadi atau rumah tangga.” Pasal 19 UU PDP berbunyi, ”Pengendali Data Pribadi dan Prosesor Data Pribadi meliputi: a. Setiap Orang; b. Badan Publik; dan c. Organisasi Internasional.”
Menurut Pemohon, UU PDP belum memberikan payung hukum bagi pengguna data pribadi khususnya bagi pelaku bisnis e-commerce berskala rumah tangga. Sebab dalam pelaksanaan usaha ini, kata Leonard, rentan akan kebocoran data utamanya saat transaksi finansial yang dapat saja dilakukan oleh peretas dengan melakukan cybercrime economy atas insiden kebocoran data. Bahwa pemanfaatan teknologi informasi mengakibatkan data pribadi seseorang mudah untuk dikumpulkan dan dipindahkan dari satu pihak ke pihal lain tanpa sepengetahuan subjek data pribadi sehingga hal ini mengancam hak konstitusional subjek data pribadi. Selain itu, perlindungan data pribadi tergolong pada perlindungan HAM.
“Dengan demikian pengaturan mengenai data pribadi menjadi manifestasi pengakuan dan perlindungan atas hak dasar manusia. Oleh karenanya, UU PDP tidak menjawab perlindungan terhadap hak subjek data pribadi,” jelas Leonard.
Perlindungan Privasi
Dian Leonaro Benny dalam perkara Nomor 110/PUU-XX/2022 mendalilkan Pasal 15 ayat (1) huruf a UU PDP yang berbunyi, “Hak-hak Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ayat (1), Pasal 11, dan Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan untuk: a. kepentingan pertahanan dan keamanan nasional”. Pasal tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28E ayat (1) UUD 1945. Bahwa perlindungan data diperlakukan sebagai bagian dari perlindungan privasi sebagai individu. Menurut Pemohon privasi berkaitan dengan hak yang berdiri sendiri dan tidak bergantung pada hak lain, tetapi hak tersebut akan hilang apabila seseorang mempublikasikan hal-hal yang bersifat pribadi pada masyarakat umum.
Dalam pelanggaran privasi terdapat kerugian yang sulit untuk dinilai. Kerugian yang dialami dapat mengganggu kehidupan pribadi sehingga pihak korban wajib mendapatkan kompensasi atas kerugian yang diderita tersebut. Bahwa ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU PDP tidak secara terang dan jelas menjelaskan secara pasti dan akurat mengenai yang dimaksud dengan ‘kepentingan pertahanan dan keamanan nasional’. Sehingga pasal a quo berpotensi menjadi pasal yang multitafsir dan bermasalah di kemudian hari dan digunakan sebagai justifikasi untuk mengecualikan hak-hak subjek data pribadi.
“Berdasarkan uraian argumentasi yang telah disampaikan, Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memutus permohonan menyatakan Pasal 15 ayat (1) huruf a bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, atau menyatakan Pasal 15 ayat (1) huruf a bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak memiliki kekuaatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Yang dimaksud dengan ‘kepentingan pertahanan dan keamanan nasional’ adalah kepentingan yang berkaitan dengan upaya untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman,“ sebut Leon saat membacakan petitum permohonannya.
Inkonstitusional Norma
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo terhadap permohonan Perkara 108/PUU-XX/2022 menyebutkan perlu bagi Pemohon untuk melengkapi beberapa hal di antaranya posita yang belum konsisten dan norma yang memberikan kewenangan bagi MK dalam mengadili perkara a quo. Berikutnya untuk permohonan Perkara Nomor 110/PUU-XX/2022 ini, Pemohon juga diharapkan dapat menguraikan alasan konstitusional dari Pasal 15 ayat (1) UU PDP. “Coba diuraikan pasal-pasal yang menyertai pasal-pasal sebelumnya bagaimana merangkai ini bisa satu tarikan dan dinyatakan inkonstitusional. Jadi satu-satu di-break down, jangan secara umum saja,” jelas Suhartoyo.
Selanjutnya Hakim Konstitusi Saldi melihat permohonan Perkara 108/PUU-XX/2022 perlu meninjau aturan-arutan terkait data pribadi yang sejenis dengan norma yang diujikan. Sebelum menutup persidangan, para Pemohon diberikan waktu melakukan perbaikan selama 14 hari ke depan. Selambat-lambatnya naskah perbaikan permohonan Senin, 5 Desember 2022 pukul 13.30 WIB ke Kepaniteraan MK. Sementara sidang berikutnya akan ditentukan lebih lanjut oleh Mahkamah dan diinfokan kepada para Pemohon.(*)
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Lulu Anjarsari P.
Humas : Fitri Yuliana