JAKARTA, HUMAS MKRI - Sejumlah 18 orang dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (17/11/2022). Para dosen diterima langsung oleh Kepala Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara, dan Pengelolaan Perpustakaan MK Kurniasih Panti Rahayu dengan didampingi Asisten Ahli Hakim Konstitusi, Abdul Ghoffar di Ruang Rapat Lantai 11 MK.
Melalui paparan berjudul “Memahami Hukum Acara Pengujian Undang-Undang” Ghoffar mengajak para dosen untuk kembali mengingat keberadaan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Pasal tersebut menurut Ghoffar merupakan perjuangan dari reformasi yang menjadi awal bagi ruang kewenangan bagi MK untuk mengawal konstitusi. MK hadir sebagai lembaga yang bersifat negative legislator atas produk yang telah dihasilkan oleh pembuat undang-undang (DPR).
Lebih jelas Ghoffar mengatakan dalam perkembangan kehidupan negara demokratis, keberadaan undang-undang (UU) yang merupakan produk politik tentu pada suatu masa dapat saja jauh dari nilai-nilai konstitusi. Oleh karenanya, kehadiran MK termasuk di Indonesia pada 2003 menjadi sarana bagi warga negara untuk melakukan pengujian undang-undang (PUU) yang dinilai tidak sesuai dengan konstitusi negara.
Sebagaimana diketahui, sambung Ghoffar, makna PUU yakni menguji UU terhadap Undang-Undang Dasar. Kemudian seiring dengan berkembangnya lingkup hukum, makna dari PUU pun meluas, yaitu menguji norma hukum berkekuatan UU terhadap Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 (UUD 1945). Kemudian diperluas lagi menjadi menguji norma dan proses pembentukan norma berkekuatan UU terhadap UUD 1945.
“Sehingga objek PUU terdiri atas UU, Perpu, serta proses pembentukan UU maupun Perpu. Maka pada dasarnya pengujian undang-undang itu menjadi bagian dari sistem yang diciptakan untuk mencapai tujuan konstitusionalisme dengan memastikan UUD 1945 menjadi dasar hukum tertinggi di Indonesia sehingga undang-undang apapun yang dibuat oleh DPR tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, dibuatlah suatu sistem pengujian undang-undang yang dijalankan oleh peradilan konstitusi seperti Mahkamah Konstitusi,” jelas Ghoffar.
Selanjutnya Ghoffar menjabarkan mengenai cara mengidentifikasi suatu perkara yang diadili oleh pengadilan merupakan perkara PUU. Cirinya berupa, ada para pihak (subjek) dalam perkara PUU, terdapat objek pengujian dan daluarsa permohonan pengujian, memuat parameter pengujian, ada peran legislasi MK dan asas-asas PUU. Berikutnya, Ghoffar mengajak para dosen untuk menyimak dengan saksama jalannya persidangan di MK, mulai dari para pihak yang dapat mengajukan perkara PUU ke MK hingga sifat putusan MK yang bersifat langsung mengikat dan harus dilaksanakan semua pihak tanpa perlu tindakan eksekutorial terlebih dahulu.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.