PONTIANAK, HUMAS MKRI - Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Hakim Konstitusi Suhartoyo menjadi pembicara dalam kuliah umum bertema “Mahkamah Konstitusi dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”, pada Jumat (11/11/2022) di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak, Kalimantan Barat. Kegiatan ini merupakan kerja sama antara Mahkamah Konstitusi (MK) dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak.
Dalam kesempatan itu, Saldi mengatakan hadirnya MK penting dalam rangka membangun keseimbangan atau check and balances di antara lembaga negara. “Biasanya konstitusi dirumuskan oleh organ yang terpisah. Kalaupun bukan organ yang terpisah bisa agak sama dengan pembentuk undang-undang tapi posisinya jauh lebih tinggi,” ujar Saldi di hadapan Dekan Fakultas Syariah dan ciivitas akademika IAIN Pontianak Muhammad Hasan.
Saldi menyebut, undang-undang (UU) dalam bentuk apa pun, negaranya baik negara kesatuan, negara berbentuk federasi federal, negara berbentuk presidensil atau parlementer, UU itu selalu saja produk yang dibuat oleh lembaga politik yang pada bagian tertentu melibatkan eksekutif dan legislatif. Oleh karena itu, perlu adanya institusi lain dalam bingkai hubungan antarlembaga yang dapat mengecek produk yang dibuat oleh eksekutif dan legislatif tersebut.
“Siapa yang bisa melakukan itu? Itu dilakukan oleh pemegang kekuasaan kehakiman. Kalau di Amerika Serikat (AS) dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) UU Federal akan dicek oleh MA Federal AS, kalau di Indonesia kita punya double lembaga yang memegang kekuasaan itu, Pasal 24 Kekuasaan Kehakiman itu dilakukan oleh MA dan peradilan di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi,” jelasnya.
Dikatakan Saldi, konstitusi menahbiskan MK untuk mengontrol UU yang dibuat oleh pembentuk UU dalam hal ini DPR dan Presiden. Pada titik tertentu, kesepakatan antara eksekutif dan legislatif memungkinkan adanya kepentingan warga negara yang dilanggar. Ada kepentingan negara yang dilanggar.
“Oleh karena itu, dibuatlah jenis cabang baru yang kemudian bisa mengoreksi kemungkinan itu. Di sistem kita, itu dilakukan oleh MK,” terangnya lagi.
Hukum Acara MK
Hakim Konstitusi Suhartoyo dalam ceramahnya mengatakan apa pun persoalan yang ada di depan mata kita, betapa posisi kebenaran kita di situ, tetapi apabila kita tidak mengetahui hukum acara, maka tidak dapat mencapai kemenangan.
“Betatapun hebatnya seorang legal drafting ketika ditemukan ada UU yang ada masalah kemudian masalah tidak diantarkan dengan hukum acara yang dikuasai, maka tidak bisa dikoreksi oleh MK,” terang Suhartoyo.
Lebih lanjut Suhartoyo menerangkan dua model atau dua objek pengujian UU di MK. Pertama, pengujian formil yang berkaitan dengan proses pembentukan undang-undang dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian materiil. Kedua, pengujian materiil sebagai pengujian undang-undang yang berkenaan dengan substansi undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.
Selanjutnya, kata Suhartoyo menjelaskan yang dapat mengajukan sebagai Pemohon dalam perkara pengujian UU di MK yaitu perorangan warga negara, kesatuan masyarakat hukum adat, badan hukum publik atau privat, serta lembaga negara. Suhartoyo juga menjelaskan mengenai pemberian kuasa untuk persidangan di MK. Pemohon dan atau Termohon dapat didampingi atau diwakili kuasa hukum, sedangkan badan hukum publik atau privat bisa didampingi kuasa atau menunjuk kuasa.
Kuasa hukum dalam persidangan MK tidak harus advokat. Esensinya agar memberi kemudahan pada access to justice untuk masyarakat yang memang tidak mampu untuk membayar advokat, sepanjang yang bersangkutan menguasai dengan baik Hukum Acara MK. Selain itu, di MK dikenal adanya pendamping yang mengerti Hukum Acara MK, sepanjang bisa membantu kepentingan-kepentingan prinsipal dengan membuat surat keterangan kepada MK.
Mengenai sistematika permohonan, ungkap Suhartoyo, terdiri atas identitas Pemohon, Kewenangan Mahkamah, kedudukan hukum, posita, petitum. Sedangkan permohonan untuk berperkara ke MK dapat dilakukan secara luring (offline) maupun secara online (daring).
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.