JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang lanjutan pengujian Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), pada Selasa (8/11/2022) secara daring dari Ruang Sidang Pleno MK. Agenda sidang perkara Nomor 101/PUU-XX/2022 kali ini adalah pemeriksaan perbaikan permohonan.
Ghea Giasty Italiane dalam sidang menyampaikan perbaikan permohonan mulai dari “perihal” yang mana sebelumnya masih multitafsir. Dengan demikian, perihal permohonan berubah menjadi, “Permohonan pengujian (judicial review) Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terhadap Pasal 7 Undang-Undang Negara Republik Indonesia (UUD 1945).”
“Untuk ‘perihal’ sebelumnya kan mungkin masih multitafsir dalam artian belum fokus ke Pasal 7 dan untuk perbaikan ini kami sudah fokuskan di Pasal 7 UUD 1945,” ujar Ghea secara daring kepada majelis panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Arief Hidayat dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Kemudian Ghea menyebutkan adanya penambahan dua Pemohon yaitu Desy Febriani Damanik dan Anyelir Puspa Kemala. Pada legal standing, sebelumnya, pihaknya dari perwakilan Sekretariat Bersama (Sekber) Prabowo-Jokowi. Pada perbaikan permohonan, berubah menjadi Pemohon perseorangan.
Ghea menegaskan posita permohonan tidak mengalami perubahan. Sedangkan pada petitum, terdapat perubahan.
“Pada petitum diubah yang pertama mengabulkan permohonan pengujian undang-undang yang diajukan oleh pemohon untuk seluruhnya. Yang kedua, menyatakan frasa presiden atau wakil presiden pada Pasal 169 huruf n UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai pasangan presiden dan wakil presiden yang sama dalam satu masa jabatan yang sama. Yang ketiga, menyatakan frasa selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama Pasal 169 huruf n UU a quo bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai berturut-turut,” jelas Ghea.
Baca juga:
Sekber Prabowo-Jokowi Uji Ketentuan Pencalonan Wakil Presiden
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 101/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian Pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) semula diajukan oleh Sekretariat Bersama Prabowo–Jokowi 2024–2029. Kemudian dalam sidang dengan agenda pemeriksaan perbaikan permohonan pada Selasa (8/11/2022), identitas Pemohon berubah menjadi tiga perorangan WNI yaitu Ghea Giasty Italiane, Desy Febriani Damanik, dan Anyelir Puspa Kemala.
Pasal 169 huruf n UU Pemilu menyatakan, “Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon Wakil Presiden adalah: n. belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama”.
Dalam pandangan Pemohon, terutama pada frasa “Presiden atau Wakil Presiden” dapat memberikan makna syarat memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali jabatan, yang salah satunya pernah menjadi Presiden dan Wakil Presiden yang sama, baik dalam masa jabatan yang sama atau berbeda.
Aturan yang ada pada norma tersebut, kata Ghea, dapat menimbulkan multitafsir jika dibandingkan ketentuan Pasal 7 UUD 1945 karena tidak memberikan kepastian terkait pencalonan presiden dan wakil presiden. Singkatnya, wakil presiden yang pernah menjabat pada periode yang berbeda selama belum dua kali menjabat dalam pemilihan presiden dan wakil presiden dapat kemudian berpasangan dengan calon presiden lainnya.
“Pada intinya, jabatan antara presiden dan wakil itu adalah sebuah jabatan yang berbeda. Jadi, apakah kemudian kami dapat nantinya mencalonkan presiden (Joko Widodo) sebagai wakil presiden bersama kemudian dengan Pak Prabowo karena menurut kami hal itu sah-sah saja,” jelas Ghea saat menyampaikan permohonan secara daring dalam sidang pendahuluan di MK pada Rabu (26/10/2022).
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Tiara Agustina.