JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan penarikan kembali permohonan pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua). Ketetapan Nomor 99/PUU-XX/2022 ini dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman pada Senin (31/10/2022) di Ruang Sidang Pleno MK dengan dihadiri oleh Pemohon secara daring.
Selain itu, Anwar menyebutkan kuasa hukum Pemohon telah mengajukan surat permohonan pencabutan perkara a quo bertanggal 6 Oktober 2022 dengan alasan kondisi principal, Roberth Numberi dan ketidaksiapan tim dalam pengajuan materi permohonan. Karena alasan tersebut, Pemohon memutuskan mencabut permohonan a quo.
Pada 19 Oktober 2022, Mahkamah mengonfirmasi kepada Pemohon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan dan Pemohon membenarkan adanya surat pencabutan permohonan tersebut. Sehingga, terhadap penarikan kembali permohonan, maka Rapat Permusyawaratan Hakim pada 20 Oktober 2022 telah berkesimpulan pencabutan atau penarikan kembali permohonan tersebut beralasan menurut hukum. Untuk itu, Pemohon dinyatakan tidak dapat mengajukan kembali permohonan serta Mahkamah memerintahkan Panitera Mahkamah Konstitusi untuk mencatat pencabutan permohonan dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dan mengembalikan salinan berkas permohonan pada Pemohon.
“Mengabulkan penarikan kembali permohonan Pemohon. Menyatakan Permohonan Nomor 99/PUU-XX/2022 mengenai pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua) ditarik kembali. Menyatakan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo. Memerintahkan Panitera Mahkamah Konstitusi untuk mencatat perihal penarikan kembali permohonan Nomor 99/PUU-XX/2022dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dan mengembalikan salinan berkas permohonan kepada Pemohon,” ucap Anwar didampingi delapan hakim konstitusi lainnya.
Baca juga: Pensiunan BUMN Cabut Permohonan Pengujian UU Otsus Papua
Sebagai tambahan informasi, dalam permohonannya, Roberth mempersoalkan Pasal 6 ayat (1) huruf b, ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), dimana dalam perubahan kedua UU Otsus Papua menyebutkan bahwa 14 orang anggota DPR Provinsi Papua hanya ditunjuk dan diangkat oleh Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanpa perlu adanya proses pemilihan umum (pemilu) sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 22E ayat (6) UUD 1945.
Bahwa terhadap penunjukan dan pengangkatan 14 orang anggota DPR Provinsi Papua tanpa melalui mekanisme pemilu telah merugikan Pemohon saat ini dan pada saat akan maju menjadi calon anggota DPR Provinsi Papua tahun 2024, sebab Pemohon akan mengikuti tahapan dan proses Pemilu sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD 1945. Selain itu, tujuan pembentukan UU Otsus Papua sesungguhnya tidak sematamata ditujukan kepada orang asli Papua yang terakses dengan pemerintahan Provinsi Papua saja, namun justru ditujukan kepada seluruh orang asli Papua, baik yang berada di Tanah Papua maupun yang berada di luar Papua. Terhadap hal-hal tersebut, Pemohon meminta MK untuk menyatakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.