JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) dalam amar Putusan Nomor 91/PUU-XX/2022 mengabulkan sebagian permohonan pengujian undang-undang Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) pada Senin (31/10/2022) di Ruang Sidang Pleno MK. Permohonan diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simajuntak yang berprofesi sebagai advokat. “Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan didampingi delapan hakim konstitusi.
Dalam amar putusan tersebut, Mahkamah menyatakan Pasal 28 ayat (3) UU Advokat yang menyatakan, “Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat daerah” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah”.
Mahkamah dalam pertimbangan hukumnya menjelaskan secara normatif norma Pasal 28 ayat (3) UU Advokat hanya menentukan pembatasan bahwa pimpinan organisasi advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah. Dengan batasan tersebut, apabila seorang pimpinan organisasi advokat melakukan rangkap jabatan sebagai pimpinan partai politik akan dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Periodisasi Jabatan
Norma Pasal 28 ayat (3) UU Advokat sama sekali tidak memuat pembatasan masa jabatan dan periodisasi jabatan pimpinan organisasi advokat. Padahal, dalam batas penalaran yang wajar, apabila dikaitkan dengan advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya, pembatasan masa jabatan pimpinan organisasi advokat seharusnya diatur secara jelas dalam norma undang-undang, atau setidak-tidaknya dilakukan rotasi secara periodik (tour of duty) untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan. “Dalam hal ini, undang-undang seharusnya dapat memberikan kepastian hukum mengenai pembatasan masa jabatan dan periodisasi jabatan pimpinan organisasi advokat. Rumusan yang membatasi masa jabatan dan periodisasi jabatan pimpinan organisasi advokat menjadi salah satu cara untuk memberikan jaminan kepastian hukum dan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law) bagi semua anggota organisasi advokat yang memenuhi persyaratan, sehingga dapat membuka kesempatan untuk memenuhi ketentuan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Selain itu, pembatasan masa jabatan dan periodisasi jabatan dapat memenuhi salah satu prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945,”ujar Saldi Isra.
Menurut Mahkamah, pengaturan masa jabatan dan periodisasi jabatan pimpinan organisasi advokat tidak secara eksplisit diatur dalam UU Advokat. Pasal 28 ayat (2) UU Advokat hanya menyatakan, “Ketentuan mengenai susunan Organisasi Advokat ditetapkan oleh para Advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga”. Dalam praktik, ketentuan tersebut yang dijadikan sebagai dasar untuk mengatur perihal susunan organisasi advokat, yang di dalamnya juga diatur mengenai masa jabatan pimpinan organisasi advokat. Apabila dibandingkan dengan organisasi penegak hukum lainnya, pembatasan masa jabatan pimpinan lembaga penegak hukum dimaksud dibatasi secara jelas oleh norma di tingkat undang-undang atau dilakukan rotasi secara periodik. Dalam konteks itu, sebagai sebuah organisasi yang diposisikan sama dengan lembaga penegak hukum lainnya, menjadi kebutuhan pula untuk mengatur secara jelas pembatasan masa jabatan termasuk pembatasan periodisasi jabatan pimpinan organisasi advokat. Oleh sebab itu, dengan adanya pembatasan masa jabatan dan periodisasi jabatan pimpinan organisasi advokat dapat memberikan jaminan terciptanya kepastian hukum dan kesempatan yang sama di hadapan hukum bagi setiap anggota yang tergabung dalam organisasi advokat. Pembatasan demikian sesuai dengan semangat pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan negara.
Dua Periode
Berkenaan dengan pembatasan masa jabatan dan periodesasi jabatan tersebut, menurut Mahkamah, masa jabatan pimpinan organisasi advokat adalah 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pilihan 5 (lima) tahun tersebut didasarkan kepada praktik pembatasan masa jabatan yang secara umum digunakan oleh organisasi advokat atau organisasi pada umumnya. Sementara itu, berkenaan dengan masa jabatan 2 (dua) kali periode tersebut dapat dilakukan secara berturut-turut atau secara tidak berturutturut. Dengan diletakkan dalam cara berfikir demikian, akan menghilangkan atau mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam tubuh organisasi advokat.
Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut di atas, Saldi menjelaskan, meskipun norma Pasal 28 ayat (3) UU Advokat hanya membatasi pimpinan organisasi advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah, namun dikarenakan norma a quo merupakan norma yang memberikan pembatasan terhadap pimpinan organisasi advokat, maka Mahkamah menjadi memiliki dasar yang kuat untuk menambahkan pembatasan lain demi memenuhi tata kelola organisasi advokat yang baik dan sekaligus memenuhi hak-hak anggota advokat.
Oleh karena itu, norma Pasal 28 ayat (3) UU Advokat yang menyatakan, “Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat Pusat mupun di tingkat daerah” bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai, “Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah”.
Secara faktual sangat mungkin terdapat pimpinan organisasi advokat yang sedang memegang jabatan yang sama lebih dari 2 (dua) periode sebelum putusan ini. Maka untuk alasan kepastian hukum dan tidak menimbulkan persoalan dalam organisasi advokat, pimpinan organisasi advokat yang bersangkutan tetap menjalankan tugasnya hingga berakhir masa jabatannya dan selanjutnya pengisian masa jabatan pimpinan organisasi advokat disesuaikan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 28 ayat (3) UU Advokat sebagaimana putusan ini.
Baca juga:
Kisruh Masa Jabatan Tiga Periode Ketua Umum Organisasi Advokat
Pemohon Uji Masa Jabatan Ketua Umum Organisasi Advokat Perbaiki Permohonan
Pendapat Berbeda
Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan ini. Daniel menjelaskan Pasal 5 ayat (1) UU Advokat menyatakan bahwa Advokat berstatus sebagai penegak hukum, bebas, dan mandiri. Dalam menjalankan profesinya advokat tidak dibiayai oleh negara. Advokat menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan kepada kliennya. Selain itu, profesi advokat tidak dibatasi usia pensiun. Karakteristik inilah yang membedakan advokat dengan penegak hukum lain seperti polisi, jaksa, dan hakim. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya polisi, jaksa, dan hakim digaji dengan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selain itu, masa kerja ketiga jenis penegak hukum tersebut dibatasi oleh usia pensiun. Dari perbedaan tersebut dapat disimpulkan bahwa profesi polisi, jaksa, dan hakim termasuk dalam penegak hukum bersifat formal dan bagian dari suprastruktur politik. Sedangkan advokat berstatus sebagai penegak hukum yang bersifat informal dan bagian dari infrastruktur politik.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.