JAKARTA, HUMAS MKRI – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan penarikan kembali permohonan pengujian formil Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Papua Selatan (UU Papua Selatan); Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Papua Tengah (UU Papua Tengah); dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Papua Pegunungan (UU Papua Pegunungan). “Mengabulkan penarikan kembali permohonan para pemohon,” ucap Ketua MK Anwar Usman saat membacakan Ketetapan Nomor 92/PUU-XX/2022 pada Senin (31/10/2022) siang.
Anwar menyebut MK telah melaksanakan sidang pemeriksaan pendahuluan terhadap permohonan a quo pada 28 September 2022. Akan tetapi, baik Pemohon Prinsipal maupun kuasanya tidak hadir dalam persidangan tersebut dengan alasan Pemohon mencabut permohonan. Surat pencabutan Perkara Nomor 92/PUU-XX/2022 telah diterima Mahkamah melalui surat elektronik pada 28 September 2022 pukul 12.36 WIB.
Lebih lanjut Anwar mengatakan, Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 11 Oktober 2022 telah menetapkan pencabutan atau penarikan kembali perkara a quo adalah beralasan menurut hukum dan Pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan a quo.
Baca juga: Minim Partisipasi Masyarakat, Tiga UU Pemekaran Papua Digugat
Sebelumnya, Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 92/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh E. Ramos Petege yang berprofesi sebagai karyawan swasta. Permohonan ini diajukan oleh karena Pemohon merasa proses pembentukan UU a quo tidak dilaksanakan secara adil, transparan, aspiratif, dan bertanggung jawab. Selain tidak melibatkan Pemohon sebagai warga masyarakat asli Papua untuk memberikan saran, ide, dan pendapat bagi pembangunan dan kemajuan pemerintahan daerah di provinsi Papua, termasuk dalam rangka adanya upaya untuk melakukan pemekaran di beberapa wilayah di provinsi Papua. Lebih lanjut, pembentukan UU a quo tidak dilaksanakan sesuai dengan tata cara dan prosedur yang telah ditetapkan dalam UU 12/2011 sebagaimana telah diubah dengan UU 13/2022, sehingga UU a quo cacat prosedural atau cacat formil.
Pembentukan UU a quo dinilai telah melanggar dan bertentangan dengan prinsip dan otonomi khusus bagi provinsi Papua dimana pada kenyataannya dominasi pemerintah pusat yang sangat sentralistik dan otoriter dalam melakukan pemekaran wilayah yang nihil partisipasi dari warga asli Papua. Terhadap hal-hal tersebut, Pemohon meminta MK untuk menyatakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2022 tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang serta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Andhini S.F.