JAKARTA, HUMAS MKRI - Sidang lanjutan pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (18/10/2022). Agenda sidang Perkara Nomor Nomor 70/PUU-XX/2022 adalah mendengar keterangan saksi pemohon.
Dalam sidang yang digelar secara daring, Mangatur Hutauruk yang merupakan seorang jaksa di Sumatera Utara menyebut UU Kejaksaan sangat merugikan ia dan keluarganya. Mangatur dipensiunkan pada 1 Februari 2022. Sedangkan Mangatur lahir pada 5 Januari 1962. Menurut Keppres 16/2004 Pasal 12 huruf c UU Kejaksaan, usia pensiun jaksa adalah 62 tahun. Mangatur pun mengutarakan pernah mengajukan pinjaman ke BRI pada 2018. Dengan perhitungan usia pensiun 62 tahun, pihak BRI berani memberikan pinjaman dengan angsuran selama 5 tahun. Pinjaman dari BRI itu sebanyak 350 juta dan akan berakhir pada Desember 2022. Sedangkan dia sudah dipensiunkan pada 1 Februari 2022.
“Tolonglah, saya meminta kepada Majelis Yang Mulia agar pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (UU Kejaksaan) ini ditinjau, dikembalikan lagi ke Keppres 16/2004 yang mana usia pensiun jaksa 62 tahun. Pada bulan April saya masih bekerja, ada absen, ada SK Kejaksaan, saya baru dikasih tahu April akhir, jadi saya masih absen sampai April baru dikasih tahu dan gaji sudah sempat saya terima sebanyak 87.939.480 rupiah. Jadi dengan pensiunnya terhitung Februari musti dikembalikan uang gaji itu. Saya kaget pak karena belum ada sosialisasi,” urainya.
Saksi berikutnya, Sanin yang merupakan Jaksa Fungsional Tindak Pidana Khusus dengan Pangkat Jaksa Utama Muda (IV/c) (Pembina Utama Muda) menegaskan ia masih bekerja dan menjalankan tugas pada Kejaksaan Agung Republik Indonesia hingga saat ini. Sanin menjelaskan saat ini usianya memasuki 61 Tahun. Sanin tidak terkena dampak dari penerapan Pasal 40A UU Kejaksaan, karena saat UU Kejaksaan diundangkan, dia sudah berusia 60 tahun.
“Namun, yang ingin saya sampaikan adalah tidak benar apabila terhadap jaksa fungsional yang telah berusia 60 Tahun hingga 62 tahun dikatakan tidak produktif dalam melaksankan tugas kejaksaan. Dimana hingga saat ini saya masih aktif melaksanakan tugas jaksa sebagaimana termuat dalam UU No. 11 Tahun 2021. Selain itu, juga tidaklah benar apabila terhadap jaksa fungsional yang telah berusai 60 sampai dengan 62 tahun digeneralisir bahwa penilaian kinerja atau prestasi kami semua pada tingkat sedang dan rendah. Masih banyak jaksa fungsional pada usia 60 sampai dengan 62 tahun yang penilaian kinerja atau prestasi pada tingkat di atas sedang, atau baik bahkan baik sekali,” terang Sanin.
Sedangkan saksi bernama Tugas Utoto menerangkan bahwa ia telah bekerja di Kejaksaan selama 33 tahun dengan berbagai macam jabatan dari pulau Sumatera sampai pulau Papua. Selama kurun waktu tersebut, Utoto telah mendapatkan penghargaan dari tiga presiden yakni Presiden Abdurrahman Wahid, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Joko Widodo (Jokowi).
“Selama kurun waktu itu saya habiskan 30 tahun menjabat sebagai pejabat struktural. Tiga tahun terakhir ini saya sebagai jaksa fungsional di bidang tindak pidana umum. Untuk penanganan perkara sampai tiga tahun terakhir ini saya masih diberikan P-16 atau penunjukan jaksa penuntut umum untuk penelitian berkas perkara dan penanganan perkara. Dari yang terakhir kemaren menerima SPDP dari tanggal 5 Oktober. Jadi kami mohon kiranya kawan-kawan yang bernasib kurang baik ini bisa diputuskan sebaik-baiknya,” terang Tugas Utoto.
Baca juga:
Para Jaksa Persoalkan Batas Usia Pensiun
Para Jaksa Perbaiki Permohonan Soal Batas Usia Pensiun
Perubahan Batas Usia Pensiun Jaksa Berdasarkan Evaluasi Kinerja
MK Jatuhkan Putusan Sela Soal Batas Usia Pensiun Jaksa
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 70/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian materiil UU Kejaksaan diajukan oleh enam orang jaksa. Mereka adalah Irnensif (Pemohon I), Zulhadi Savitri Noor (Pemohon II), Wilmar Ambarita (Pemohon III), Renny Ariyanny (Pemohon IV), Indrayati Siagian (Pemohon V), dan Fahriani Suyuthi (Pemohon VI). Adapun materi yang dimohonkan pengujian yaitu Pasal 40A UU Kejaksaan.
Pasal 40A UU Kejaksaan menyatakan, “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pemberhentian Jaksa yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih tetap mengikuti ketentuan batas usia pensiun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4401).”
Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (19/7/2022), Viktor Santoso Tandiasa selaku kuasa hukum para Pemohon mengatakan berlakunya UU Kejaksaan mengakibatkan kerugian pada para Pemohon. Pemohon I genap berusia 60 tahun pada 1 Maret 2022. Pemohon II genap berusia 60 tahun pada 3 Maret 2022. Pemohon III genap berusia 60 tahun pada 16 April 2022. Berdasarkan norma tersebut, Pemohon I-III terkena dampak langsung memasuki masa pensiun.
“Selain itu, berlakunya norma a quo telah menghambat karir dan prestasi kenaikan jabatan bagi Pemohon I, Pemohon II, Pemohon III,” kata Viktor.
Begitu pula Pemohon IV dan Pemohon V yang mempunyai kepentingan yang sama sebagai jaksa. Pemohon IV akan genap berusia 60 tahun pada 24 November 2022. Pemohon V akan genap berusia 60 tahun pada 24 Oktober 2022.
Berdasarkan ketentuan UU Kejaksaan tersebut, lanjut Viktor, Pemohon IV dan Pemohon V akan dipaksa berhenti dengan hormat. Ketentuan tersebut menghambat karir dan prestasi kenaikan jabatan Pemohon IV dan V .
“Dengan ketentuan tersebut, para Pemohon tidak mendapat jaminan dan perlindungan hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Selain itu, sebagai warga negara juga tidak memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (3) UUD 1945,” tandas Viktor.
Penulis: Utami Argawati.
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayuditha.