JAKARTA, HUMAS MKRI – Sidang lanjutan pemeriksaan terhadap permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980 tentang Hak Keuangan/Administratif Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara Serta Bekas Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Bekas Anggota Lembaga Tinggi Negara (UU 12/1980), kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), pada Senin (17/10/2022). Permohonan yang diregistrasi MK dengan nomor Perkara 94/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Ahmad Agus Rianto, berprofesi sebagai supir ojek daring yang berdomisili di Kecamatan Selopuro, Blitar.
Pemohon mempersoalkan norma Pasal 12 ayat (1) dan (2); Pasal 13 ayat (1), (2) dan (3); Pasal 14 ayat (1) dan (2); Pasal 15; Pasal 16 ayat (1), (2) dan (3); Pasal 17 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5); Pasal 18 ayat (1) dan (2); Pasal 19 ayat (1), (2), (3) dan (4); Pasal 20; dan Pasal 21 UU 12/1980. Pada dasarnya, seluruh norma yang dipersoalkan mengatur perihal pensiun bagi pimpinan dan anggota lembaga tinggi negara dari segi persyaratan hingga mekanisme pembayarannya.
Dalam persidangan yang digelar secara daring, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams mengkonfirmasi perihal surat pencabutan permohonan yang dikirimkan oleh kuasa hukum pemohon yakni Muhammad Sholeh. “Sebelumnya kami ingin mendapat penegasa sehubungan dengan surat dari kuasa, pak Sholeh yang ditujukan kepada MK terkait dengan penarikan perkara yang dimohonkan pengujiannya yang terdaftar dengan nomor registrasi 94/PUU-XX/2022. Ini apakah betul pak Sholeh?” tanya Wahiduddin Adams dalam persidangan.
Sholeh yang hadir secara daring membenarkan pihaknya telah mengirimkan surat surat pencabutan perkara pengujian permohonan melalui email Kepaniteraan MK. “Setelah sidang pertama pada 27 September 2022 kemarin berdasarkan juga pertimbangan dari keinginan prinsipal akhirnya diputuskan untuk permohonan perkara Nomor 94/PUU-XX/2022 ini kita Tarik, Yang Mulia,” ujarnya.
Baca juga: Supir Ojek Daring Uji Aturan Pensiun Pejabat Negara
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan permohonan pengujian ini sebelumnya pernah diperiksa dan diputus oleh MK dengan Nomor Perkara Nomor 41/PUU-XI/2013. Akan tetapi, Pemohon menyakini terdapat permohonan yang berbeda dengan permohonannya. Menurut Pemohon, penerapan pasal yang mengatur dana pensiun bagi pejabat negara merugikan Pemohon, karena retribusi dan pajak yang dibayar Pemohon seharusnya dipergunakan untuk peningkatan pelayanan dasar masyarakat dan pembangunan sarana prasarana umum yang bermanfaat pada masyarakat harus dialokasikan untuk pensiun anggota lembaga tertinggi/tinggi negara. Pemohon menilai lebih tepat dana pensiun yang diperuntukkan kepada mantan pejabat negara dialihkan kepada pendidikan dan kesehatan. Hal ini tentu akan lebih bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat dan sesuai Pasal 23 ayat (1) UUD 1945. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta agar Mahkamah membatalkan berlakunya pasal a quo dengan menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.
Humas: Raisa Ayudhita