JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pengujian formil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) pada Senin (17/10/2022).
Sedianya, sidang keempat untuk perkara Nomor 82/PUU-XX/2022 ini adalah mendengarkan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun ternyata DPR selaku pemberi keterangan berhalangan hadir. DPR melalui surat yang dikirimken ke MK meminta penundaan sidang.
“Berdasarkan surat dari DPR meminta untuk menunda persidangan. Untuk itu, Majelis akan menanyakan kepada Pemohon apakah akan mengajukan ahli atau saksi untuk perkara ini?” tanya Ketua MK Anwar Usman kepada kuasa hukum Pemohon.
Aprillia Lisa Tengker selaku kuasa hukum Pemohon mengatakan pihaknya akan mengajukan 1 orang Saksi dan 3 orang Ahli pada sidang berikutnya. Dengan demikian, Mahkamah memutuskan sidang mendatang akan dilaksanakan pada Kamis, 27 Oktober 2022 pukul 11.00 WIB. Dengan catatan, daftar riwayat hidup (curriculum vitae, CV) dan keterangan tertulis dari pihak yang akan dihadirkan, agar diserahkan kepada Kepaniteraan MK dua hari sebelum agenda sidang tersebut.
Baca juga:
Revisi UU P3 Dinilai Tak Memenuhi Syarat
Pemohon Uji Formil UU P3 Lampirkan Bukti Observasi
Pemerintah Tegaskan RUU P3 Masuk Daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2022
Sebagai tambahan informasi, permohonan Nomor 82/PUU-XX/2022 dalam perkara pengujian formil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3) diajukan oleh lima Pemohon yaitu Ismail Hasani, Laurensius Arliman, Bayu Satria Utomo, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) serta Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Para Pemohon dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang dilaksanakan di MK pada Senin (5/9/2022) menilai revisi kedua UU P3 tidak memenuhi syarat sebagai RUU kumulatif terbuka. Sebab, UU tersebut bukanlah suatu bentuk tindak lanjut dari Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 karena putusan tersebut sama sekali tidak menyebutkan UU P3 bertentangan dengan UUD 1945. Hal yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah dan DPR adalah melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja yang bermasalah, di antaranya, Pasal 64 ayat (1) huruf b, Pasal 72 ayat (1) huruf a, Pasal 73 ayat (1), Pasal 96 ayat (3).
Selain itu, para Pemohon juga mendalilkan proses pembahasan UU P3 tidak memperhatikan partisipasi masyarakat dan dilakukan secara tergesa-gesa. Sebab, pada praktik partisipasi dalam pembentukan revisi UU P3 hanya sampai pada tangga “informing” karena informasi hanya diberikan secara satu arah dari pembentuk undang-undang ke publik tanpa adanya saluran untuk memberikan umpan balik dan tidak ada kekuatan untuk negosiasi. Alat komunikasi yang sering digunakan untuk komunikasi ini hanyalah media berita, pamflet, poster, dan alat komunikasi sederhana lainya.
Berikutnya, para Pemohon juga menyebutkan UU P3 merupakan inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna DPR pada 8 Februari 2022 yang disahkan pada 24 Mei 2022. Sehingga proses pembahasan hanya dilakukan selama 7 April 2022 hingga 24 Mei 2022. Di samping itu, para Pemohon mengatakan pembentukan UU P3 melanggar asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Oleh karenanya, revisi dari UU P3 tidak mengindahkan asas kejelasan tujuan, asas kelembagaan, asas dapat dilaksanakan, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, asas kejelasan rumusan, dan asas keterbukaan.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Andhini SF.