MEDAN, HUMAS MKRI – Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menjadi pemateri dalam seminar nasional yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, pada Sabtu (15/10/2022). Dalam seminar yang dilaksanakan secara luring dengan penerapan protokol kesehatan ini, Daniel membicarakan soal “Peluang dan Tantangan Pengujian Perpu di Mahkamah Konstitusi”.
Terkait topik ini, Daniel menyebutkan MK memiliki kewenangan tambahan, yakni menguji Perpu dan Sengketa Pilkada sampai dibentuknya badan khusus. Sejak adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VIII/2009, belum pernah sekalipun MK menjatuhkan putusan yang amarnya mengabulkan atau menolak permohonan pengujian Perpu. Permohonan pengujian perpu pada umumnya dinyatakan tidak dapat diterima karena perpu telah mendapat persetujuan atau tidak mendapat persetujuan oleh DPR.
“Berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, Perpu diperlukan apabila adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU; UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai; dan kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan,” tegas Daniel yang hadir langsung di USU.
Menurut Daniel, sejak 2009 – 2021, telah terdapat 29 pengujian perpu di MK. Hal tersebut merupakan bentuk dari perkembangan kewenangan yang dimiliki MK. “Hingga tanggal 17 Mei 2021, MK telah meregistrasi dan memutus pengujian Perpu sebanyak 29 perkara. Adapun wujud keputusannya sebagian besar tidak dapat diterima, ditarik kembali, dan ada yang gugur,” jelas Daniel.
Lebih jelas terkait dengan perpu ini, Daniel mengutip beberapa pendapat ahli seperti pendapat Jimly Asshiddiqie, Maria Farida Indrati, dan Bagir Manan serta Putusan MK yang merumuskan pengertian kegentingan memaksa. Berdasarkan Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009, perpu diperlukan apabila adanya keadaan, yaitu kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan UU; UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada UU tetapi tidak memadai; dan kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu yang cukup lama sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan. (*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.