JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang kedua pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) pada Selasa (11/10/2022) di Ruang Sidang Pleno MK. Agenda sidang Sidang perkara Nomor 88/PUU-XX/2022 yang diajukan oleh Sulistya Tirtoutomo ini adalah pemeriksaan perbaikan permohonan. Sidang dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dengan didampingi Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul.
I Wayan Suka Wirawan selaku kuasa hukum Pemohon, dalam persidangan secara daring menyebutkan beberapa hal yang diperbaiki dalam permohonan Pemohon. Antara lain, Pemohon menambahkan peraturan terbaru terkait kewenangan Mahkamah, ringkasan fakta-fakta hukum tentang perkara hukum yang dialami Pemohon, menambahkan fakta hukum dari Pengadilan Negeri Surabaya, dan menambahkan argumentasi pada bagian alasan permohonan.
“Hal paling krusial adalah memperbaiki petitum 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,….” sebut Wirawan terhadap permohonan Permohonan yang mendalilkan Pasal 6 ayat (3) huruf c, Pasal 17 huruf g, Pasal 17 huruf h angka 3, Pasal 20 ayat (1), Pasal 38 ayat (2), Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 2 ayat (4), Pasal 52 UU KIP bertentangan dengan UUD 1945.
Baca juga:
Akses Data Gana-Gini Terhambat UU KIP Digugat
Dalam kasus konkret Pemohon dan Soeprawiro Ing Widjojo telah bercerai berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 82/Pdt.G/2002/PN.Sby tanggal 23 April 2002. Pemohon mempersoalkan tanah berikut bangunan rumah di Mansion Park Blok MP I Kav. No. 10 Citraland City, Kelurahan Jeruk, Kecamatan Lakarsantri, Kota Surabaya, Jawa Timur yang dibeli oleh Soeprawiro Ing Widjojo (mantan suami Pemohon) yang merupakan (seharusnya) aset bersama. Di dalam putusan tersebut mantan suami Pemohon menolak untuk membagi harta bersama. Atas persoalan tersebut, Pemohon mengajukan upaya hukum melalui gugatan perdata terhadap pembagian harta bersama tersebut.
Untuk itu, Pemohon membutuhkan salinan sertifikat berikut warkah tanah atas rumah tersebut. Namun sertifikat ataupun salinannya tidak dapat diperoleh karena Pemohon saat proses pembuatan Akta Jual Beli (AJB) dan balik nama atas rumah tidak dilibatkan sama sekali. Kendala ini membawa Pemohon menuju institusi Kantor Pertanahan untuk membukakan informasi terkait bidang pertanahan. Namun, permintaan tersebut ditolak dengan alasan hal demikian termasuk informasi yang dikecualikan. Kemudian Pemohon mengajukan permohonan penyelesaian sengketa informasi publik kepada Komisi Informasi Provinsi Jawa Timur (KIP Jatim).
Di samping itu, Pemohon menemui masalah karena proses penyelesaian sengketa yang berlarut-larut hingga 225 hari sejak Pemohon mengajukan permohonan. Terkait berbagai rentetan persoalan yang dialami, Pemohon menilai keberlakuan Pasal 2 ayat (4) UU KIP telah merugikan hak konstitusionalnya terutama Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Sebab, penentuan informasi publik sebagai informasi yang dikecualikan berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan kebermanfaatan daripada keadilan.
Berikutnya Pemohon juga beranggapan ketentuan Pasal 6 ayat (3) huruf c, Pasal 17 huruf g, Pasal 17 huruf h angka 3, Pasal 20 ayat (1) UU KIP tersebut kabur. Sebab pasal-pasal tersebut telah menimbulkan ketidakpastian pelaksanaan aturan yang diinterpretasikan oleh lembaga yang berwenang dalam menangani sengketa informasi publik karena normanya dinilai terlalu umum. Dalam situasi ini, sambung Wayan, Mahkamah berkewajiban menghentikan ketidakpastian penerapan aturan yang justru disebabkan ketidakpastian aturan yang bersifat umum, sebagaimana pendirian Mahkamah, hal demikian termasuk masalah konstitusionalitas norma.
Penulis: Sri Pujianti
Editor: Nur R.
Humas: Raisa Ayudhita.