BIMA, HUMAS MKRI – Berdasarkan Pasal 24C UUD 1945, Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban. Berbicara mengenai kewenangan MK dalam pengujian undang-undang (UU), seorang warga negara yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar akibat berlakunya suatu UU, dapat mengujinya ke MK. Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Sabtu (11/10/2022).
Anwar yang hadir secara langsung menyebutkan, sebuah undang-undang merupakan hasil kerja 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden dibantu dengan para menterinya yang dibahas selama berbulan-bulan. Akan tetapi, produk DPR dan presiden tersebut dapat dinyatakan MK bertentangan dengan konstitusi oleh permohonan seorang warga negara. Lebih lanjut ia mengatakan, kewenangan MK berikutnya yang diberikan oleh UUD 1945, adalah memutus pembubaran partai politik.
Selain itu, Anwar mengungkapkan, dahulu pernah ada partai politik yang diminta Presiden untuk membubarkan diri. Dengan adanya amendemen UUD 1945, maka pembubaran partai politik hanya dapat dilakukan di MK dengan permohonan yang diajukan oleh Presiden. MK juga memiliki kewenangan untuk memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya disebut dalam UUD 1945. Misalnya, jika Presiden mengeluarkan aturan tentang kasasi, padahal kewenangan tersebut merupakan kewenangan MA.
Kewenangan keempat yang dimiliki oleh MK adalah memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Selain itu, sambung Anwar, dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945, MK memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Anwar menjelaskan, untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden sangat berat. Sebelum diajukan ke MK, DPR harus bersidang dengan dihadiri sebanyak ⅔ kuorum dari seluruh anggota DPR dan dua per tiga anggota DPR yang hadir tersebut memberikan persetujuan. Setelah menyatakan pendapat Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah, maka DPR mengajukan kepada MK untuk dinilai apakah pendapat itu terbukti. Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden dinyatakan MK terbukti melakukan pelanggaran, putusan hukum itu akan diputus oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Anwar kembali menegaskan, MK hanya dapat mengadili jika ada perkara yang masuk.
Anwar juga menjelaskan, terdapat kewenangan lain atau tambahan yang diatur dalam Pasal 157 (3) UU 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dalam kewenangan tersebut, MK diminta menyelesaikan perselisihan Pilkada sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
Selain itu, Anwar juga menegaskan, MK sebagai pengawal norma dasar bernegara, memiliki peran untuk menjaga agar keseluruhan proses bernegara sejalan dengan konstitusi, termasuk di dalamnya untuk mewujudkan negara yang sejahtera. Pembangunan yang dilakukan oleh sebuah negara, tentunya harus dilandasi dengan ketentuan hukum yang mengaturnya.
“Dalam rangka itu, peran MK adalah untuk mengawal proses pembangunan untuk pemenuhan dan mewujudkan negara yang sejahtera sejalan dengan norma konstitusi yang menjadi kaedah dasar bernegara. Namun manakala terdapat suatu proses yang tidak sejalan dengan norma konstitusi, maka MK dapat meluruskannya melalui kewenangan yang ada padanya sesuai dengan amanat konstitusi,” tegasnya.(*)
Penulis: Utami Argawati
Editor: Lulu Anjarsari P.