BALI, HUMAS MKRI – Badan peradilan konstitusi memiliki peran penting menyelesaikan konflik yang pada akhirnya akan mewujudkan menjaga perdamaian melalui kewenangannya. Hal ini ditegaskan oleh Presiden MK Korea Selatan Nam-seok Yoo dalam Kongres ke-5 The World Conference on Constitutional Justice (WCCJ) yang berlangsung di Bali Nusa Dua Convention Centre (BNDCC), Bali.
“Mahkamah konstitusi maupun badan peradilan konstitusi tidak hanya menyelesaikan konflik, namun juga menjaga perdamaian. Meski ada perbedaan, peran MK tentunya sama dalam melindungi hak asasi manusia dan menjamin demokrasi serta supremasi konstitusi,” jelas Nam-seok pada Kamis (6/10/2022) pagi.
Nam-seok juga menyampaikan dalam sesi ini, topik yang diangkat mengenai peran badan peradilan konstitusi untuk mewujudkan nilai-nilai konstitusi serta menjaga perdamaian. Ia menyebut perdamaian dibentuk dengan prinsip-prinsip dasar konstitusi pada setiap masing-masing negara. “Dan sebagian besar negara hari ini menghubungkan perdamaian dengan nilai-nilai konstitusinya,” ujarnya di hadapan 95 negara anggota WCCJ serta 4 organisasi yang hadir.
Menurut Nam-seok, diperlukan langkah aktif dari negara masing-masing untuk memprioritaskan kedamaian dalam menyelesaikan konflik. “Negara dengan banyak kasus hukum dapat memperkenalkan badan peradilan konstitusi untuk ikut berperan dalam menjaga perdamaian sosial,” sebut Nam-seok dalam sesi yang dipimpin oleh Presiden MK Dominika Milton Ray Guevara tersebut.
Baca juga: Presiden Joko Widodo Buka Kongres ke-5 WCCJ
Melindungi HAM
Selain itu, Nam-seok menjelaskan badan peradilan konstitusi dapat pula berperan dalam melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) melalui kewenangannya dalam menafsirkan konstitusi. Menurutnya, dengan adanya peran tersebut menunjukkan badan peradilan konstitusi dapat dipercaya untuk mewujudkan perlindungan terhadap HAM.
Kemudian, Nam-seok menambahkan badan peradilan konstitusi memainkan peran penting dalam menciptakan jejaring untuk mewujudkan perdamaian dengan mendorong tiga kekuasaan sekaligus (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk ikut menjamin HAM sesuai dengan konstitusi.
“Jika ada yang merasa terlanggar, dapat meminta prosedur judicial review atau constitutional complaint. Hal ini dapat menunjukkan warga negara juga dapat berpartisipasi dalam menyelesaikan perselisihan, namun juga menjaga perdamaian,” ujar Nam-seok.
Baca juga: Menlu Sebut MK Berperan Pastikan Kepatuhan Negara Terhadap Supremasi Hukum
Pelanggaran Pejabat Negara
Dalam sesi tersebut, hadir pula Presiden Dewan Konstitusi Mozambik Lucia da Luz Ribeiro sebagai pembicara. Ia bertukar pengalaman mengenai pelaksanaan kewenangan Dewan Konstitusi Mozambik. Salah satunya adalah Dewan Konstitusi Mozambik memutus tentang pelanggaran seorang pejabat negara. Putusan tersebut akhirnya dijadikan landasan oleh presiden untuk mencopot pejabat tersebut.
“Presiden mencopot gubernur salah satu provinsi dari jabatannya setelah mendengar pertimbangan Dewan Konstitusi. Dewan Konstitusi memeriksa dan mengadili terlebih dahulu mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat tersebut. Hal ini menimbulkan preseden di masyarakat. Namun, jika terjadi kasus serupa, Mozambik telah memiliki mekanisme untuk menanganinya,” jelas Lucia.
Lucia juga menegaskan hal tersebut dapat menjadi bukti bahwa badan peradilan konstitusi dapat berkontribusi pula dalam persoalan politik di Mozambik. APalagi dengan adanya UU 21/2018 yang memberikan kewenangan kepada Dewan Konstitusi untuk mengadili terkait adanya pelanggaran dalam jabatan politik. “Persoalan semacam itu diserahkan kepada Dewan Konstitusi sehingga Dewan Konstitusi dapat berkonstribusi dalam persoalan politik. Keadilan konstitusi pun menjadi penting dalam mencopot kepala daerah di berbagai tingkatan pemerintahan. Selain itu, Dewan Konstitusi dapat menilai undang-undang dan menempatkan diri sebagai ‘wasit nasional’ dalam permasalahan tersebut.
Baca juga: Kongres WCCJ Bahas Peran MK dalam Mengatasi Konflik
Sebagai informasi, Kongres ke-5 The World Conference on Constitustional Justice (WCCJ) ini diadakan pada 5 – 6 Oktober 2022 dibuka oleh Presiden Joko Widodo pada 5 Oktober 2022. Biro WCCJ memilih “Constitutional Justice and Peace” sebagai tema utama kongres kali ini. Hal ini merujuk karena di beberapa negara, mahkamah konstitusi juga memiliki peran penting dalam menenangkan situasi setelah konflik bersenjata di dalam negeri. Tak hanya itu, beberapa konstitusi yang dimiliki negara-negara di dunia secara eksplisit merujuk pada perdamaian dan rekonsiliasi sebagai tujuan yang ingin dicapai.
Kongres Kelima WCCJ menjadi forum internasional dengan level tertinggi untuk badan peradilan konstitusi mengingat sampai dengan tahun 2022 ini, tercatat 119 negara menjadi anggota WCCJ. Di samping menjadi forum diskusi, tukar pikiran, berbagi pengalaman dan praktik terbaik di antara anggota WCCJ, Kongres ini merupakan salah satu upaya MKRI untuk meningkatkan kualitas putusan, sekaligus kesempatan untuk semakin meneguhkan kedudukan Indonesia sebagai negara hukum demokratis berdasarkan ideologi Pancasila.
Dalam waktu yang bersamaan, MKRI juga menfasilitasi kegiatan The 5th Indonesia Constitutional Court International Symposium (ICCIS) yang digelar pada 5 – 7 Oktober 2022, tema yang diusung ialah “Constitutional Court and Conflict Resolution”. Hakim Konstitusi Suhartoyo dijadwalkan menyampaikan sambutan pembukaan, dilanjutkan ceramah kunci yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra. Dalam rangkaian ICCIS, diagendakan 15 pembicara dari berbagai negara yang akan memaparkan pemikiran dan pandangan sebagaiamana tema yang dibahas. Rencananya, ICCIS akan diakhiri dengan sambutan penutupan oleh Hakim Konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh.(*)
Penulis: Lulu Anjarsari P.
Editor: Lulu Anjarsari P.