BALI, HUMAS MKRI – Christie S. Warren dari William and Mary Law School, Amerika Serikat; Roy Andrew Partain dari University of Aberdeen, Skotlandia; dan Mohamad Mova Al Afghani dari Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia menjadi pembicara pada hari kedua kegiatan The 5th Indonesian Constitutional Court International Symposium (ICCIS) yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi Republik indonesia di Bali Nusa Dua Convention Center, pada Kamis (6/10/2022).
Mohamad Mova Al Afghani dari Universitas Ibn Khaldun Bogor menyajikan sebuah topik menarik terkait “Strengths and Limitations of the Constitutional Court’s ‘6 Basic Principles’ as a Normative Guidance in Resolving Water Conflicts”. Pada paparannya, Mova menerangkan permasalahan air yang dihadapi banyak daerah di Indonesia. Ia menyebutkan menurut Bank Dunia, 67% dari PDB Indonesia akan ditemukan daerah-daerah dengan permasalahan air yang tinggi seperti konflik kualitas air antara pertanian padi dan budidaya perikanan serta penurunan kualitas air akibat budidaya atau keramba jaring apung di bendungan.
Sejatinya konflik atau permasalahan sumber daya air ini telah diajukan pada Mahkamah Konstitusi (MK) dan bahkan putusannya melalui keberadaan UU Sumber Daya Air yang di dalamnya terdapat enam asas yang kemudian menjadi pedoman normatif dalam pelaksanaan pengaturan sumber daya air. Melalui norma tersebut diharapkan para pemangku kepentingan dapat menggunakannnya sebagai sarana dalam penyelesaian konflik air di masa mendatang. Namun dalam pandangan Mova, prinsip-prinsip tersebut ambigu dalam banyak hal, sebab ada beberapa catatan yang kemudian sulit untuk diimplementasikan secara adil dan merata bagi seluruh masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang terdampak atau mengalami langsung kesulitan dan permasalah air tersebut.
“Keenam prinsip tersebut tidak dapat benar-benar memberikan pedoman bagi konflik yang muncul dari penggunaan, jadi hanya sedikit saja memberikan panduan untuk menyelesaikan konflik air yang timbul karena kualitas air atau banjir dan lainnya. Sebab prinsip tersebut mengabaikan produktivitas ekonomi dan pertimbangan nilai dan secara tidak sengaja melarang realokasi air dari petani kecil ke industri ,” jelas Mova dalam paparannya yang ditanggapi oleh Max Steuer dari O.P. Jindal Global University, India dan Titis Anindyajati dari MKRI.
Atas persoalan tersebut, Mova merekomendasikan bahwa prinsip dasar tersebut perlu ditafsirkan secara teleologis lagi oleh MK untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sehingga relokasi air dari penggunaan bernilai rendah ke penggunaan bernilai lebih tinggi dapat diperbolehkan jika memaksimalkan kesejahteraan. Selain itu, perlu juga bagi pemangku kepentingan negara untuk memperluas interpretasi atas enam prinsip dasar dalam tata kelola air secara keseluruhan daripada hanya komersialisasi karena penggunaan air non-komersial masih perlu memperhatikan masalah lingkungan yang juga terkait HAM.
Perbandingan Konstitusionalitas Norma
Dalam makalah berjudul “Comparative Constitutional Review”, Christie S. Warren memaparkan perbandingan konstitusionalitas norma pada beberapa negara seperti Jepang, Amerika, India, dan beberapa negara lainnya. Dalam kajiannya, Christie melihat pada daeraH-daerah yang mengalami konflik dan usai konflik terlihat ada beberapa persoalan konstitusionalitas undang-undang yang dibuat oleh pemerintah, justru tidak melihat secara utuh persoalan yang dihadapi masyarakatnya secara langsung. Bahkan dalam upaya mencapai keseimbangan antara supremasi hukum antara kekuasaan legislatif pada beberapa negara, keberadaan MK masih perlu dioptimalkan dalam melindungi hak-hak konstitusional warga negaranya. Misalnya, kata Christie, di Afrika Selatan, undang-undang nasional atau aturan MK Afrika Selatan mengizinkan warga negara untuk mengajukan suatu perkara langsung atau mengajukan banding ke MK demi kepentingan keadilan. Pada diskusi sesi kedua ICCIS ini, Christie mendapatkan pandangan dari Yance Arizona dari Universitas Gadjah Mada dan Helmi Kasim dari MKRI sebagai penanggap atas topik kajiannya.
Kewajiban Hakim dan Keadilan
Berikutnya Roy Andrew Partain memaparkan tulisan berjudul “Creating Rights, Terminating Rights, Overcoming Legal Conflicts” dengan Bisariyadi dari MKRI yang menjadi penanggap diskusi. Pada intinya Roy mengatakan bahwa dalam penyelesaian konflik atas hak-hak yang terfragmentasi, para hakim memiliki kewajiban untuk memastikan perlindungan atas hak-hak tersebut dan penegakan keadilan atasnya. Dalam pandangan Roy, di pengadilan sering muncul permasalahan penegakan hak khusnya saat beberapa pihak mengklaim memiliki hak atas tindakan, properti, atau hak istimewa hukum tertentu, namun klaim tersebut kemudian tumpang tindih. Dalam pertikaian inilah, hakim konstitusi berperan utama untuk mementukan siapa pihak-pihak yang benar-benar memiliki hak.
“Dalam soal inilah terlihat fungsi dan disfungsi hak serta peran hakim, khususnya hakim konstitusi guna mengatur dan memodifikasi desain serta mengalokasikan hak untuk memastikan kehidupan masyarakat dapat berjalan secara damai dan harmonis. Sehingga hakim dapat memainkan peran sentralnya dalam menyelesaikan masalah ini bagi masyarakat serta memastikan konflik yang terjadi di masyarakat dapat diatasi, hak-hak dilindungi, dan keadilan pun dapat ditegakkan,” jelas Roy dalam paparan kegiatan diskusi yang dipandu oleh Dhiana Puspitawati dari Universitas Gadjah Mada.
Simposium internasional ini akan dilaksanakan selama dua hari (Rabu- Kamis, 5-6/10/2022) dan menjadi bagian tak terpisahkan dari rangkaian kegiatan dari The 5th World Congres of Constitutional Justice (WCCJ). Pada ICCIS kelima ini, MKRI mengajak para akademisi, praktisi, dan peneliti hukum untuk berdiskusi tentang berbagai perspektif wacana dalam memperkuat peran Mahkamah Konstitusi. Adapun topik yang menjadi bahasan para pemakalah di antaranya “Constitutional Interpretation relating to Peace and Reconciliation”; “The Role of Constitutional Courts in Adjudicating Cases relating to Social and Political Conflicts”; “The protection of Human Rights and Democracy by the Constitutional Courts to Settle Conflicts”; dan “Constitutional Courts as Mediators in Armed Conflict and Civil-Military Relations”.
Penulis : Sri Pujianti
Editor : Tiara Agustina